PERAN ULAMA
DALAM NEGARA KESATUAN
REPUBLIK INDONESIA
Oleh : ABAH MALIKUN
1.
Pendahuluan
Pilar sebuah negara itu ada empat,
yaitu adilnya umara/pemerintah, ilmunya ulama, dermawannya orang kaya, dan
doanya orang miskin.[1]
Jika tidak ada keadilan, manusia bisa memakan manusia yang lain. Jika tidak ada
ilmunya ulama, orang bodoh akan binasa. Jika orang kaya tidak dermawan,
orang-orang miskin akan binasa. Begitu pula, jika tidak ada doa dari orang
miskin, orang-orang kaya akan binasa.
Keempat pilar itu harus ada dalam
suatu negara agar kedaulatannya tetap tegak berdiri. Dalam tulisannya ini,
hanya akan dibahas peran ulama dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
dengan rumusan masalah: siapa yang dipandang sebagai ulama? Bagaimana peran
ulama dalam kedaulatan NKRI? Bagaimana cara memberdayakan ulama agar efektif
perannya?
2.
Pengertian Ulama
Kata ‘ulama’ merupakan bentuk
jamak dari kata “al ‘alim” yang berarti yang terpelajar, sarjana.[2]
Makna tersebut bersifat umum dan berlaku bagi sarjana semua disiplin ilmu.
Dengan demikian, semua sarjana lulusan pendidikan tinggi bisa disebut ulama.
Apakah memang demikian? Jawabannya
ada dalam al Quran surat al Fathir
ayat 28 disebutkan bahwa paling takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya adalah
ulama. Imam Nawawi menafsirkan kata ‘ulama’
dengan mengatakan bahwa ulama adalah orang yang makrifat kepada Allah
kemudian takut kepada azab-Nya dan berharap bertemu dengan-Nya. Dengan kata
lain, ulama merupakan setinggi-tinggi derajat ahli ibadah. Ulama juga diartikan
orang yang paling mengagungkan Allah.[3]
Dari definisi tersebut, yang dapat
disebut ulama adalah mereka memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Makrifat kepada Allah, orang yang
makrifat kepada Allah adalah orang yang sudah melampaoi batasan akidah, syariat, dan hakikat;
b. Takut kepada azab-azab Allah sehingga
tidak berbuat maksiat, tidak berbuat dosa, dan tidak berbuat durhaka kepada
Allah;
c. Berharap bertemu Allah di surga
sehingga muncul kerinduan yang sangat dalam disertai ketenangan dan kebahagiaan
karena di dalam hatinya penuh dengan mahabbatullah.
Ibnu Abas r.a. menerangkan bahwa
ulama memiliki derajat di atas derajat orang-orang yang beriman dengan rentang
700 derajat. Dari derajat yang satu ke derajat yang berikutnya memiliki jarak
tempuh selama 500 tahun.[4]
Ulama dari umat Muhammad SAW menduduki maqam para nabi seperti halnya sabda
Nabi SAW yang artinya “Ulama umatku seperti para nabi Bani Israil”.[5]
Sabda Beliau SAW yang lain, “Ulama adalah pewaris para nabi”.[6]
Imam Ali mengatakan bahwa ulama adalah pemimpin masyarakat.[7]
Dari uraian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa ulama adalah orang yang benar-benar memahami hukum-hukum
syar’i yang datang dari Allah dan Rasul-Nya (tafaqah fid diin), telah
mengamalkannya, dan mampu menjelaskannya kepada umat/masyarakat.
3.
Peran Ulama dalam Kedaulatan NKRI
Sebagai pemimpin masyarakat, ulama
tentu memiliki peran dan tanggung jawab yang besar bagi tegaknya kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Peran dan tanggung jawab tersebut
antara lain:
a. Sebagai pewaris para nabi, ulama
memiliki peran dan tanggung jawab untuk menjaga agama Allah;
b. Sebagai pemimpin umat, ulama memiliki
peran dan tanggung jawab untuk membimbing dan menjaga umat (tarbiyyatl umat).
Sebagai ahli Syura (majlisusy
Syura/syuriyyah), ulama memiliki peran dan tanggung jawab untuk mengawasi dan
mengontrol penguasa;[8]
d. Sebagai ahli ilmu (shahibul ‘uluum),
ulama memiliki peran dan tanggung jawab menjawab pertanyaan umat dan masyarakat
tentang agama;[9]
e. Sebagai fuqaha (orang yang tafaqah
fid diin), ulama memiliki peran dan tanggung jawab untuk menjadi panutan umat
sepanjang masa.
Di samping kelima peran tersebut,
secara politis ulama juga memiliki tugas-tugas sebagai berikut:
a. Memahamkan umat terhadap Islam secara
utuh,
b. Membangun kesadaran politik umat,
c. Menjadi politisi muslim yang uswatun hasanah (bisa diteladani kebaikannya),
d. Menyerukan persatuan dan kesatuan
umat.
4.
Memberdayakan Ulama secara Efektif
Karena kurangnya kesadaran tentang
peran dan tanggung jawabnya dari ulama itu sendiri dan umat serta masyarakat,
maka sering terjadi ketidakberdayaan ulama menghadapi situasi dan perubahan
zaman. Ketidakberdayaan ulama tersebut disebabkan oleh:
a. Kurangnya kesadaran ideologis-politis
dari para ulama,
b. Depolitisasi peran ulama,
c. Ada upaya untuk memarginalisasi peran
ulama dalam politik,
d. Adanya upaya memecah-belah ulama.
Ada beberapa upaya untuk
memberdayakan peran ulama agar tetap eksis menghadapi situasi politik dalam
ikut menegakkan kedaulatan NKRI. Upaya itu antara lain:
a. Membangun kesadaran ideologis-politis
ulama,
b. Mendorong ulama aktif dalam urusan kemasyarakatan
dan kenegaraan.
c. Ada upaya serius untuk meningkatkan
ulama dalam menegakkan syariat.
d. Menguatkan peran dan fungsi ulama.[10]
Dengan demikian, uapaya membangun
kesadaran ulama bisa dari internal ulama itu sendiri dan juga bisa dari
eksternal yaitu masyarakat dan pemerintah.
5.
Penutup
Ulama adalah hamba Allah yang paling
takut kepada-Nya. Takutnya kepada Allah disebabkan oleh kedalaman ilmunya
tentang hukum Allah dan Rasul-Nya. Peran dan tanggung jawab ulama sangat luas
dan berat mengingat mereka diangkat oleh Allah sebagai pewaris para nabi. Dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara dalam bingkai NKRI, ulama harus didorong
agar aktif berkiprah dalam kegiatan kemasyarakatan dan kenegaraan baik dalam
lingkaran penguasa maupun di luar penguasa. Di samping itu, ulama harus mampu
menjaga kesatuan dan persatuan umat agar tidak mudah dipecah-belah.Wallahu a’lam bish shawab.
[1] Dalam
kitab ‘Durratun Nashihin’ halaman 18 dinukil sebuah hadits bahwa Nabi SAW
bersabda, “Pilar dunia ada empat perkara yaitu ilmunya ulama, adilnya umara,
demawannya aghniya, dan doanya fuqara.”
[2] Dalam Kamus
al Bisri halaman 517 diterangkan bahwa ‘alim(yang mengerti,memhami benar-benar) merupakan isim fail dari
madhi ‘alima( mengerti, memahami
benar-benar)
[3]Kitab Tafsirun
Nawawihalaman 203
[4] Kitab Durratun
Nashihin halaman 15
[5] Ibid.
[6] Kitab Washaail
vol. XVIII bab ke-11
[7] Kitab al
Hayat
vol.II hal. 293
[8] Dalam
surat Ali Imran ayat 159, Allah menyuruh bermusyawarah tentang beberapa hal
kepada para penguasa seperti urusan politik, ekonomi, dan kemasyarakatan.
[9] Dalam
surat an Nahl ayat 43 Allah menyuruh kita bertanya tentang sesuatu hal yang
belum diketahui kepada ulama.
[10]Http://Gema Pembebasan-Unhas.Blogsport.com/2014/01/html
diunduh tanggal 27 Desember 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar