Rabu, 08 Maret 2017

Peran Ulama dalam NKRI


PERAN ULAMA

DALAM NEGARA KESATUAN 

REPUBLIK INDONESIA


Oleh : ABAH MALIKUN



1.      Pendahuluan

Pilar sebuah negara itu ada empat, yaitu adilnya umara/pemerintah, ilmunya ulama, dermawannya orang kaya, dan doanya orang miskin.[1] Jika tidak ada keadilan, manusia bisa memakan manusia yang lain. Jika tidak ada ilmunya ulama, orang bodoh akan binasa. Jika orang kaya tidak dermawan, orang-orang miskin akan binasa. Begitu pula, jika tidak ada doa dari orang miskin, orang-orang kaya akan binasa.

             Keempat pilar itu harus ada dalam suatu negara agar kedaulatannya tetap tegak berdiri. Dalam tulisannya ini, hanya akan dibahas peran ulama dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan rumusan masalah: siapa yang dipandang sebagai ulama? Bagaimana peran ulama dalam kedaulatan NKRI? Bagaimana cara memberdayakan ulama agar efektif perannya?

2.      Pengertian Ulama

  Kata ‘ulama’ merupakan bentuk jamak dari kata “al ‘alim”  yang berarti yang terpelajar, sarjana.[2] Makna tersebut bersifat umum dan berlaku bagi sarjana semua disiplin ilmu. Dengan demikian, semua sarjana lulusan pendidikan tinggi bisa disebut ulama.

            Apakah memang demikian? Jawabannya ada dalam al Quran surat al Fathir ayat 28 disebutkan bahwa paling takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya adalah ulama. Imam Nawawi menafsirkan kata ‘ulama’ dengan mengatakan bahwa ulama adalah orang yang makrifat kepada Allah kemudian takut kepada azab-Nya dan berharap bertemu dengan-Nya. Dengan kata lain, ulama merupakan setinggi-tinggi derajat ahli ibadah. Ulama juga diartikan orang yang paling mengagungkan Allah.[3] Dari definisi tersebut, yang  dapat disebut ulama adalah mereka memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

a.      Makrifat kepada Allah, orang yang makrifat kepada Allah adalah orang yang sudah melampaoi  batasan akidah, syariat, dan hakikat;

b.      Takut kepada azab-azab Allah sehingga tidak berbuat maksiat, tidak berbuat dosa, dan tidak berbuat durhaka kepada Allah;

c.       Berharap bertemu Allah di surga sehingga muncul kerinduan yang sangat dalam disertai ketenangan dan kebahagiaan karena di dalam hatinya penuh dengan mahabbatullah.

            Ibnu Abas r.a. menerangkan bahwa ulama memiliki derajat di atas derajat orang-orang yang beriman dengan rentang 700 derajat. Dari derajat yang satu ke derajat yang berikutnya memiliki jarak tempuh selama 500 tahun.[4] Ulama dari umat Muhammad SAW menduduki maqam para nabi seperti halnya sabda Nabi SAW yang artinya “Ulama umatku seperti para nabi Bani Israil”.[5] Sabda Beliau SAW yang lain, “Ulama adalah pewaris para nabi”.[6] Imam Ali mengatakan bahwa ulama adalah pemimpin masyarakat.[7]

            Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa ulama adalah orang yang benar-benar memahami hukum-hukum syar’i yang datang dari Allah dan Rasul-Nya (tafaqah fid diin), telah mengamalkannya, dan mampu menjelaskannya kepada umat/masyarakat.

3.      Peran Ulama dalam Kedaulatan NKRI

Sebagai pemimpin masyarakat, ulama tentu memiliki peran dan tanggung jawab yang besar bagi tegaknya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Peran dan tanggung jawab tersebut antara lain:
a.      Sebagai pewaris para nabi, ulama memiliki peran dan tanggung jawab untuk menjaga agama Allah;

b.      Sebagai pemimpin umat, ulama memiliki peran dan tanggung jawab untuk membimbing dan menjaga umat (tarbiyyatl umat). 

      Sebagai ahli Syura (majlisusy Syura/syuriyyah), ulama memiliki peran dan tanggung jawab untuk mengawasi dan mengontrol penguasa;[8]

d.      Sebagai ahli ilmu (shahibul ‘uluum), ulama memiliki peran dan tanggung jawab menjawab pertanyaan umat dan masyarakat tentang agama;[9]

e.      Sebagai fuqaha (orang yang tafaqah fid diin), ulama memiliki peran dan tanggung jawab untuk menjadi panutan umat sepanjang masa.

            Di samping kelima peran tersebut, secara politis ulama juga memiliki tugas-tugas sebagai berikut:

a.      Memahamkan umat terhadap Islam secara utuh,
b.      Membangun kesadaran politik umat,
c.       Menjadi politisi muslim yang uswatun hasanah (bisa diteladani kebaikannya),
d.      Menyerukan persatuan dan kesatuan umat.

4.      Memberdayakan Ulama secara Efektif

           Karena kurangnya kesadaran tentang peran dan tanggung jawabnya dari ulama itu sendiri dan umat serta masyarakat, maka sering terjadi ketidakberdayaan ulama menghadapi situasi dan perubahan zaman. Ketidakberdayaan ulama tersebut disebabkan oleh:

a.      Kurangnya kesadaran ideologis-politis dari para ulama,
b.      Depolitisasi peran ulama,
c.       Ada upaya untuk memarginalisasi peran ulama dalam politik,
d.      Adanya upaya memecah-belah ulama.

          Ada beberapa upaya untuk memberdayakan peran ulama agar tetap eksis menghadapi situasi politik dalam ikut menegakkan kedaulatan NKRI. Upaya itu antara lain:

a.      Membangun kesadaran ideologis-politis ulama,
b.      Mendorong ulama aktif dalam urusan kemasyarakatan dan kenegaraan.
c.       Ada upaya serius untuk meningkatkan ulama dalam menegakkan syariat.
d.      Menguatkan peran dan fungsi ulama.[10]
Dengan demikian, uapaya membangun kesadaran ulama bisa dari internal ulama itu sendiri dan juga bisa dari eksternal yaitu masyarakat dan pemerintah.

5.      Penutup

Ulama adalah hamba Allah yang paling takut kepada-Nya. Takutnya kepada Allah disebabkan oleh kedalaman ilmunya tentang hukum Allah dan Rasul-Nya. Peran dan tanggung jawab ulama sangat luas dan berat mengingat mereka diangkat oleh Allah sebagai pewaris para nabi. Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dalam bingkai NKRI, ulama harus didorong agar aktif berkiprah dalam kegiatan kemasyarakatan dan kenegaraan baik dalam lingkaran penguasa maupun di luar penguasa. Di samping itu, ulama harus mampu menjaga kesatuan dan persatuan umat agar tidak mudah dipecah-belah.Wallahu a’lam bish shawab.




[1] Dalam kitab ‘Durratun Nashihin’ halaman 18 dinukil sebuah hadits bahwa Nabi SAW bersabda, “Pilar dunia ada empat perkara yaitu ilmunya ulama, adilnya umara, demawannya aghniya, dan doanya fuqara.”
[2] Dalam Kamus al Bisri halaman 517 diterangkan bahwa ‘alim(yang mengerti,memhami benar-benar) merupakan isim fail dari madhi ‘alima( mengerti, memahami benar-benar)
[3]Kitab Tafsirun Nawawihalaman 203
[4] Kitab Durratun Nashihin halaman 15
[5] Ibid.
[6] Kitab Washaail vol. XVIII bab ke-11
[7] Kitab al Hayat
vol.II hal. 293
[8] Dalam surat Ali Imran ayat 159, Allah menyuruh bermusyawarah tentang beberapa hal kepada para penguasa seperti urusan politik, ekonomi, dan kemasyarakatan.
[9] Dalam surat an Nahl ayat 43 Allah menyuruh kita bertanya tentang sesuatu hal yang belum diketahui kepada ulama.
[10]Http://Gema Pembebasan-Unhas.Blogsport.com/2014/01/html diunduh tanggal 27 Desember 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PPDB MTs AL ADZKAR TAHUN 2024/ 2025

PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) MTs  AL ADZKAR TAHUN 2024/ 2025   VISI MTs AL ADZKAR:  Terbentuknya anak shalih yan sehat, cerdas dan t...