BERCERMIN KEPADA :
Model Kepemimpinan
Rasulullah SAW
Oleh: Abah Malikun
1. Pendahuluan
Semua negara pasti memiliki
pemimpin. Model kepemimipinannya berbeda-beda, ada yang leberal, otoriter, dan ada pula yang model kebapakan.
Namun, hampir tidak ada negara yang memiliki pemimpin yang demokratis, termasuk
negara yang mengaku sebagai negara yang paling demokratis sekalipun.
Pemimpin yang demokratis adalah pemimpin yang berorientasi kepada rakyat.
Visi dan misinya adalah kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Hal ini dapat
dilihat produk hukum dan kebijakan kepemimpinannya yang berpihak kepada rakyat.
Kesejahteraan dan kemakmuran bukan hanya bersifat materialis atau duniawi
tetapi juga menyangkut aspek kehidupan
spiritual religius atau ukhrawi. Aspek kehidupan yang bersifat meterialis
adalah tercukupinya masalah pakan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan.
Sedangkan aspek kehidupan yang bersifat spiritual religius adalah terciptanya kesempatan beribadah
seluas-luasnya menurut agama dan kepercayaan yang ada.
Agar pemimpin yang ada sekarang ini bisa bersikap dan bersifat
demokratis, satu-satunya cermin untuk hal tersebut adalah model kemimpinan
Rasulullah SAW. Mengapa demikian? Bagaimana kompetensi kepemimpinan Beliau SAW?
Bagaimana model kepemimpinan Beliau SAW?
Tulisan ini akan menjawab semua pertanyaan di atas dengan detail dan
mengacu pada refernsi Quran yang agung. Pembahasan difokuskan pada term-term
kepribadian Beliau, kompetensi kepemimpinannya, dan model kepemimpinannya.
2. Kepribadian Rasulullah SAW
Sejak kecil, Beliau SAW sudah menunjukkan kepribadian yang agung. Di
Mekah kala itu, Beliau SAW sudah
terkenal dengan sebutan ‘al amin’ yang berarti terpecaya. Pada saat remaja, Beliau sudah mampu mendamaikan dua
kabilah yang berebut siapa yang pantas meletakkan Hajar Aswad pada Ka’bah ketika direnovasi.[1]
Oleh karena itulah, Quran menegaskan bahwa Beliau kaya akan kepribadian yang
pantas diteladani oleh siapa saja yang ingin hidup layak di dunia maupun
akhirat.[2]
Kepribadian Beliau yang agung didukung oleh akhlak yang agung. Quran
menegaskan bahwa Allah sendiri telah memuji akhlak Beliau dengan firman-Nya,”Wainnaka la’alaa khuluqil ‘azhiim” (=Dan sesungguhnya Engkau benar-benar berbudi
pekerti yang luhur ).[3]
Ayat ini menggambarkan dan menegaskan bahwa karakter beliau adalah sempurna.
Keagungan budi pekerti Beliau telah terbukti selama dua puluh tiga tahun
memimpin umat Islam dengan menghasilkan tiga karya besar, yaitu:
1.
Tauhidul Illahi ( mengesakan Tuhan ) yaitu mengubah
kepercayaan politheisme ( banyak tuhan ) menjadi kepercayaan monotheisme ( satu
Tuhan );
2.
Tauhidul Ummati ( kesatuan umat
) yaitu keberhasilan Beliau mempersatukan semua elemen masyarakat tanpa
membedakan ras, suku, dan agama;
3.
Tauhidul
Hukumati (
kesatuan pemerintahan ) yaitu mempersatukan para pemimpin kabilah menjadi satu
pemerintah yang berhukum kepada Quran.
Di
samping memiliki pribadi yang agung, Beliau SAW memiliki tanggung jawab moral
untuk memperbaiki budi pekerti manusia yang sudah mengarah kepada kehidupan
yang memberlakukan hukum rimba; siapa kuat itu yang menang. Pun banyak
penyimpangan yang terjadi dalam tata kehidupan yang jauh dari rasa keadilan,
kenyamanan, dan kesejahteraaan. Itulah sebabnya, Beliau SAW diutus oleh Allah
untuk menyempurnakan budi pekerti mereka.[4]
3. Kompetensi Kepemimpinan Rasulullah SAW
Di
samping itu, sifat wajib Beliau menunjukkan hal tersebut. Sifat wajib tersebut
adalah sidik, amanah, fatonah, dan tablik. Sidik berarti benar, jujur, dan tak
pernah salah. Amanah berarti dapat dipercaya, mampu mengemban amanah, dan pasti
menyampaikan amanah. Fatonah berarti cerdas, memiliki tingkat kecerdasan yang
di atas rata-rata manusia pada umumnya. Sedang tablik adalah menyampaikan
risalah seperti yang ditugaskan oleh Allah kepada manusia.[6]
Kompetensi
kepemimpinan Beliau SAW yang menonjol antara lain:
1.
Lemah
lembut adalah perangai Beliau SAW;
2.
Beliau
SAW selalu memaafkan kesalahan orang
lain sebelum mereka minta maaf;
3.
Beliau
SAW juga selalu memohonkan ampun untuk orang lain;
4.
Dalam
menghadapi masalah, Beliau tidak meninggalkan kebiasaan untuk bermusyawarah
dengan para sahabatnya;
5.
Setiap
saat, Beliau selalu bertawakal kepada Allah.[7]
Jadi,
jelaslah bahwa kompetensi kepemimpinan Beliau SAW berdasarkan akhlak yang mulia
dan agung.
4. Model Kepemimpinan Rasul Muhammad SAW
Model
kepemimpinan Beliau SAW yang paling mendasar adalah konsep Rahmatan lil’alamiin. [8]
Ini berarti kehadiran seorang pemimpin akan menjadi kedamaian, keadilan,
kasih sayang, dan kesejahteraaan yang menyeluruh dan merata. Selama dua puluh
tiga tahun memimpin, Beliau SAW telah berhasil menggerakkan arah kepemimpinan ‘yahdi
minazh zhulumaati ilan nuur’ (=menunjukkan dari kegelapan ke alam yang
terang-terang benderang).
Ada
enam hal yang bisa dicatat sebagai referensi dari kepemimpinan Beliau SAW,
yaitu:
1.
Kepemimpinan
Beliau adalah kepemimpinan yang mampu menciptakan keadilan yang merata ke semua
pihak tanpa terkecuali. Keadilan akan berdampak bagi terciptannya jiwa takwa.
Ketakwaan akan mendatangkan rezeki yang luas tanpa batas.[9]
2.
Kepemimpinan
Beliau adalah kepemimpinan yang berhasil menebarkan rahmat/kasih sayang yang
menyeluruh dan merata sesuai dengan konsep ‘Rahmatan lil’alamiin’. [10]
3.
Kepemimpinan
Beliau adalah kepemimpinan yang berdasarkan kebenaran yang hakiki.[11]
4.
Kepemimpinan
Beliau adalah kepemimpinan yang menjunjung tinggi amanah.
5.
Beliau
adalah pemimpin yang memiliki kecerdasan yang di atas rata-rata kecerdasan manusia yang jenius
sekalipun.
6.
Beliau selalu menegakkan perinsip
transparasi dalam kepemimpinannya. Bahkan Beliau dan keluarganya hidup dalam
kesederhanaan meskipun negara memiliki kekayaan yang melimpah dalam baitul
mal.
5. Penutup
Hal
yang terpenting dari seorang pemimpin adalah budi pekertinya yang bisa
diteladani oleh rakyatnya. Dari kepribadiannya yang agung inilah akan muncul
gaya atau model kepemimpinan yang mampu menciptakan keadilan, kasih sayang,
kemakmuran, dan kedamaian secara merata dan menyeluruh tanpa terkecuali.Wallahu
a’lam bish shawab
[1] Peristiwa ini diceritakan dengan
jelas di dalam kitab Khulashah Nurul
Yaqin jilid pertama
[2] Di
dalam Quran surat Al Ahzab ayat 21, Allah berfirman ( yang artinya ), “Sungguh ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
yaitu orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari akhir dan yang
banyak meningat Allah.”
[3]
Q.S.al Qalam : 4
[4]
Dalam suatu hadits Beliau SAW bersabda, “Innamaa
buitstu liutamima makarimal akhlaq” (= Sesungguhnya saya diutus oleh Allah
untuk menyempurnakan akhlak mulia )
[5]
Dalam surat at Taubat ayat 128, Allah berfirman ( yang artinya ) “Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul
dari kamummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, sangat
menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu,penyantun dan penyayang terhadap
orang-orang yang beriman”
[6]
Keempat sifat wajib bagi rasul bisa dipelajari dalam kitab-kitab akidah seperti
‘Aqidatul ‘awam, Tijan durari, dan Fathul
Majid.
[7]
Dikutip dari tulisan Drs.H.Ahmad Masduki, Kepemimpinan
Rasul Muhammad SAW, ppsnh.malang.pesantren.web.id.
[8]
Dalam al Quran disebutkan,”Wamaa
arsalnaaka illaa rahmatan lil’alamiin” ( =Dan tidaklah Kami ( Allah )
mengutusmu ( Muhammad ) kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.
[9]
Q.S. al A’raf: 96
[10]
Ketika merasakan maut, Beliau berkata,”Ummatii..ummati...ummatii” (=Bagaimana
dengan umatku,apakah juga merasa seperti ini?)
[11]
Dalam suatu hadits, Beliau bersabda,”Man kaana yu’minu billahi wal yaumil akhiri
fal yaqul khaeran au liyats mut” (=Barang siapa beriman kepada Allah
dan hari akhir,maka berkatalah yang baik atau diam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar