Minggu, 19 Maret 2017

Akhlak Terpuji Menghadapi Musibah




AKHLAK TERPUJI

MENGHADAPI 

MUSIBAH




       1.      Pendahuluan
                
                Setiap menghadapi musibah, banyak di antara muanusia yang bersikap dan bertindak melampoui batas kewajaran. Dari sikap yang masih bisa ditolelir sampai dengan sikap yang tidak bisa ditulelir. Sikap yang masih bisa ditolelir seperti sedih dalam menghadapi musibah baik yang tertahan di dalam hati maupun yang diungkapkan dengan tangisan. Sikap yang tidak bisa ditolelir seperti bunuh diri atau kembali menjadi kafir.[1]

               Musibah pada hakikatnya bukan merupakan sesuatu yang memberatkan manusia. Sakit tidak akan menyakiti manusia, hanya saja manusia menyukai hidup sehat. Fakir (hidup serba kekurangan) tidak akan menyakiti manusia, hanya saja manusia menyukai  hidup kaya (serba kecukupan). Begitu pula bodoh tidak akan menjadikan manusia menderita, hanya saja manusia menyukai hidup pandai.[2]

              Dari uraian tersebut, muncullah persoalan apa itu musibah? Bagaimana menghadapi musibah dengan mengedepankan akhlak yang baik kepada Allah SWT? Selanjutnya, dari dua masalah tersebut, penulis memerikan pengertian musibah dan akhlak terpuji menghadapi musibah.

       2.      Pengertian Musibah

            Kata ‘musibah’ berasal dari kata ‘ashaaba’ yang berarti mengenai, membinasakan, dan menimpa.[3]Sedangkan ‘musibah’ merupakan bentuk isim faildari ashaabayang berarti yang mengenai, yang menimpa, dan yang membinasakan. Secara umum, ‘musibah’ diartikan malapetaka, bencana, celaka, dan tulah.[4]

              Bagi seorang muslim, musibah merupakan bentuk ujian untuk meningkatkan grade /kelas  jika muslim itu lulus dari ujian berupa akhlak terpuji di hadapan Allah SWT. Jika tidak lulus (berupa perilaku yang tidak terpuji), muslim akan mengalami penurunan grade /kelas. Allah telah berfirman (yang artinya), “Dan kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikan kabar gembira bagi orang-orang yang sabar.”[5]Dalam ayat tersebut, Allah telah menjelaskan dengan detail musibah apa saja yang akan menimpa manusia. Musibah tersebut berupa rasa takut, paceklik, kefakiran/kemiskinan, sakit/penyakit, kematian salah satu anggota keluarganya, dan kekurangan hasil pertanian, mungkin karena diserang hama atau mingkin karena pengaruh iklim.
Musibah merupakan takdir dan ketentuan dari Allah SWT. Tiada sesuatu yang terjadi kecuali atas izin Allah. Allah telah berfirman (yang artinya), “Tidak ada suatu musibah yang menimpa seseorang kecuali denga izin Allah.” [6]Menghadapi musibah berarti menghadapi ketentuan-Nya.

      3.      Akhlak Terpuji Menghadapi Musibah

          Karena musibah datang dari Allah, shahibul musibah harus tetap tunduk dan patuh  serta tetap beriman kepada-Nya agar senantiasa mendapat petunjuk. Allah telah menyatakan bahwa barang siapa yang beriman kepada-Nya, Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya barupa ketenangan.[7]Shahibul musibah juga harus yakin bahwa Allah menimpakan musibah pasti mengandung hikmah yang besar, tujuan yang terpuji, dan mengandung kasih sayang.[8]

              Apapun yang datang dari Allah pasti mengandung kenikmatan sekalipun secara lahiriah terasa sebagai beban berat. Oleh karena itulah, shahibul musibah harus bersyukur kepada-Nya diawali dengan memuji-Nya dengan mengucapkan alhamdulillahirabbil’alamiin dengan tulus sebelum mengucapkan tarji’ (innaa lillahi wainnaa ilaihio raaji’un). Bersyukur berarti sikap pribadi dari hati yang tulus untuk berterima kasih kepada Allah yang meletakkan musibah.[9]

              Seorang mukmin pasti yakin bahwa musibah itu bentuk kasih sayang Allah. Apapun yang menimpanya pasti datang dari kekasih sejatinya. Sikapnya yang terpuji adalah ridha menerimanya.[10] Ridha berarti menerima musibah itu tanpa sedikit pun mengeluh kepada manusia dan tiada tanda-tanda kesedihan pada lahir maupun batinnya. Ridha yang dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ‘rela’ adalah menerima musibah dengan ikhlas hati.[11]Hatinya merasa tenang dan tentram karena pada hahikatnya musibah itu membersihkan manusia dari segala noda dan dosa yang melekat pada jiwa dan raganya.

            Sikap terpuji yang palin tinggi dalam menghadapi musibah adalah sabar. Sabar merupakan sikap kelanjutan dari ridha. Sabar berarti tahan menghadapi cobaan, tahan menderita, tidak lekas menyerah, tidak lekas marah, dan tidak putus asa serta tabah.[12]Sabar adalah usaha tanpa lelah atau gigih yang menggambarkan kekuatan jiwa pelakunya sehingga mampu mengalahkan atau mengendalikan keingginan nafsu liarnya.[13] Dengan kata lain, adalah kemampuan, keuletan, dan ketangguhan dalam mengatasi masalah secara kreatif, progresif, dan sesuai dengan syariat agama.

            Sikap sabar merupakan sikap mengembalikan musibah kepada Allah karena dirinya adalah dari dan kembali kepada Allah. Oleh karena itulah,  Allah dengan tegas menyampaikan kabar gembira bagi orang-orang yang sabar.[14] Hadiah yang dijanjikan-nya adalah ampunan, rahmat, dan hidayah. Hadiah lain untuk shabirun adalah derajad tertinggi (dalam surga) dan penyambutan disertai dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalam surga.[15]

       4.      Penutup

              Musibah merupakan takdir dan ketentuan dari Allah. Setiap ketentuan dari Allah pasti mengandung hikmah dan tujuan terpuji. Oleh karena itulah, seorang mukmin harus tetap beriman, bersyukur, ridha, dan sabar di dalam menghadapi musibah agar mendapat ampunan, rahmat, dan hidayah dari Allah.Wallahu a’lam bish shawab.




[1] Q.S.al Hajj: 18
[2] Muhammad bin Shalih  Utsaimin, “Makarimal Akhlaq” (Riyad: Madarul Wathril Mubasyir,1427H) hlm.23-24
[3] Prof.Dr.H.Mahmud Yunus, “Kamus Arab-Indonesia” (Jakarta: Hidakarya Agung,1990) hlm. 223
[4] Tim Ganeca sains Bandung,”Kamus Lengkap Bahasa Indonesia’ (Bandung: Penabur Ilmu,2008) hlm. 305
[5] Q.S. al Baqarah: 155
[6] Q.S.At Taghabun: 11
[7] Ibid
[8] Muhammad bin Shalih al “utsaimin, op.cit. hlm.24
[9] Tim Ganeca Sains Bandung, op. Cit.,hlm.456
[10]Ibid
[11] Tim Ganeca Sains Bandung, op.cit. hlm. 381
[12] Tim Ganeca Sains Bandung, op.cit. hlm. 393
[13] H. Amirullah Syarbini dan Jumari Haryadi, “Dahsyatnya Sabar, syukur, dan Ikhlas Nabi Muhammad SAW” (Bandung: Ruang Kata, 2010), hlm.5
[14] Q.S.Al Baqarah: 156-157
[15] Q.S.al Furqan: 75

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PPDB MTs AL ADZKAR TAHUN 2024/ 2025

PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) MTs  AL ADZKAR TAHUN 2024/ 2025   VISI MTs AL ADZKAR:  Terbentuknya anak shalih yan sehat, cerdas dan t...