MEWASPADAI SHALAT KITA
1. Pendahuluan
Shalat adalah tiang agama.[1] Sebagai penyangga agama, shalat memiliki peran yang sangat penting karena kesempurnaannya mempengaruhi kesempurnaan ibadah yang lain. Jika shalatnya sempurna, ibadah yang lain akan sempurna pula. Namun, jika shalatnya tidak sempurna, ibadah yang lain juga tidak sempurna.[2]
Pelaksaan shalat yang tidak sempurna hanya akan mendatangkan laknat dari Allah karena pada hakikatnya tidak dibangun dengan tauhid tetapi dipengaruhi oleh kemunafikan dan kemusyrikan meskipun keduanya hanya samar. Allah telah menegaskan bahwa kecelakaan menimpa orang yang shalat.[3]
Dari uraian tersebut, muncul permasalahan: mengapa orang yang shalat dilaknati (didoakan celaka)? Bagaimana menjaga shalat kita? Tulisan ini akan menjawab dua pertanyaan tersebut dengan dua topik, yaitu penyebab shalat terlaknati dan cara menjaga shalat kita.
2. Penyebab Shalat Terlaknati
Shalat, sebagai amal ibadah, sudah semestinya mengantarkan mushali (orang yang shalat) mendapatkan pahala dari Allah. Namun, karena sebab-sebab tertentu, shalat justru mendatangkan laknat dari Allah. Allah telah berfirman, “Fawailul lil mushaliin, alladziina hum ‘an shalaatihim saahuun, alladziina hum yuraauuna, wayamna’uunal ma’uuna (=Maka celaka bagi orang-orang yang shalat, yaitu mereka yang menyia-nyiakan waktunya, mereka yang mengerjakannya dengan riya, dan mereka yang tidak bersedekah sesudahnya).[4] Dari ayat tersebut, jelaslah bahwa penyebab shalat terlaknati adalah menyia-nyiakan waktunya, riya dalam pelaksanaannya, dan bahil sesudahnya. Di samping itu, shalat yang tergesa-gesa juga menjadi penyebab datangnya laknat bagi mushali.
Masing-masing shalat fardhu yang lima memiliki waktu yang sudah ditentukan. Allah telah berfirman, “Inna shalaata kaanat ‘alal mukminiina kitaaban mauquutan (=Sesungguhnya shalat bagi orang-orang yang beriman sudah ditentukan waktunya).[5] Oleh karena itulah, menyegerakan pelaksanaan shalat merupakan suatu keharusan. Jika waktu pelaksanaannya sudah berlalu dan seseorang belum juga melaksanakannya, secara otomatis nama orang tersebut tercatat dalam pintu neraka dan telah keluar dari rahmat Allah.[6]
Imam Qurthubi menafsirkan ayat ‘Alladziina hum ‘an shalaatihim saahuun’ dengan mengutip pendapat Ibnu Abas r.a., ‘Alladziina yuakhkhiruunahaa ‘an awqaatihaa’ (=Orang-orang yang mengakhirkan shalat dari waktunya.[7] Jadi, jelaslah bahwa shalat yang dikerjakan tanpa mengindahkan ketentuan waktunya hanya akan menjadi laknat bagi pelakunya.
Penyebab kedua shalat terlaknati adalah pelaksanaannya dinodai riya. Rasul SAW bersabda, “Riya membuat amal sia-sia sebagaimana syirik.”[8] Riya adalah menjadikan shalat bukan lillahi ta’ala (karena Allah) tetapi lighairihii (untuk selain-Nya). Allah telah berfirman, “Fashalli lirabbika” (=Shalatlah untuk Tuhanmu).[9] Shalat yang dikerjakan bukan untuk Allah semata termasuk perbuatan syirik kecil. Rasulullah SAW telah bersabda, “Asy syirkul asghaari riyaaun” (=Syirik yang kecil itu adalah riya)[10]. Bukankah syirik adalah dosa besar yang tidak diampuni?
Sedang penyebab ketiganya adalah bahil atau tidak suka bersedekah. Allah telah berfirman, “Wamaa yughnii ‘anhu maaluhu idzaa taraddaa” (=Dan hartanya tidak bermanfaat sedang amalnya tertolak).[11] Meskipun shalat dikerjakan dengan benar, tetapi ketika mushali diberi keluasan rezeki enggan bersedekah, shalatnya termasuk yang dilaknati.
Akhir dari shalat adalah salam. Salam artinya mendoakan keselamatan dan kasih sayang untuk yang lain. Lalu bagaimana jika diri mushali bergelimang dengan harta sedang yang lain kekurangan dan dibiarkan tetap hidup kekurangan (tanpa mendapat sedekahnya)? Selamatkah yang lain dari kekayaan mushali? Di mana rasa kasih sayang mushali terhadap yang lebih lemah? Sesuaikah dengan salam pada akhir shalatnya? Pertanyaan-pertanyaan di atas patut mendapat perenungan agar shalat tidak dilaknati.
Penyebab yang lain adalah tergesa-gesa. Tergesa-gesa adalah pengaruh dari setan. Bagaimana tidak dilaknati jika shalat dikerjakan dengan tergesa-gesa, sedang tergesa-gesa adalah pengaruh setan? Rasul SAW bersabda, “Ketenangan itu dari Allah, tergesa-gesa itu dari setan”[12] Diriwayatkan bahwa ketika para sahabat shalat berjamah bersama Rasul SAW, di belakang terjadi kegaduhan. Rasul SAW berkata, “Ada apa itu?” Salah satu sahabat berkata, “Kami mendatangi shalat dengan tergesa-gesa, ya Rasul.” Maka Rasul bersabda, “Jika kalian mendatangi shalat, hendaklah kalian tenang.”[13] Jelaslah dalam shalat harus tercipta ketenangan atau kekhusukan.
3. Cara Menjaga Shalat Kita
Shalat merupakan amal yang berupa komunikasi yang intensif dan sangat privasi antara hamba dan Tuhannya. Oleh karena itulah, shalat perlu dijaga agar tercipta komunikasi yang efektif antara mushali dan Rabbnya. Cara menjaganya yang pertama adalah ikhlas karena Allah. Allah telah berfirman, “Wamaa umiruu illaa liya’budullaha muhlishiina” (=Dan tidaklah diperintah untuk menyembah Allah kecuali dengan ikhlas).[14] Cara kedua adalah dilaksanakan dengan perasaan senang dan semangat. Malas ibadah merupakan sifat orang munafik. Allah telah berfirman, “Wa idzaa qaamuu ilash shalaati qaamu kusaalaa” (=Dan jika mendirikan shalat, mereka mendirikan dengan malas).[15]
Cara ketiga adalah dilaksakan berjamaah. Shalat berjamaah adalah amanah yang wajib dilakasanakan bagi laki-laki. Allah telah berfirman, “Waidza kunta fiihim fa aqamta lahumush shalaata faitaqum thaaifatun minhum ma’aka” (=Dan jika kamu berada di antara mereka, maka kamu berdiri untuk shalat, maka sebaiknya segolongan dari mereka bersamamu).[16] Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa shalat berjamah adalah fardhu kifayah. Cara yang keempat adalah dilaksakan sesuai dengan sunah, seperti sabda Nabi SAW, “Washaluu kamaa raitumunii ushalii” (=Dan shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat).[17]
Kelima dari cara menjaga shalat adalah khusuk di dalamnya. Allah telah berfirman, “Qad aflahal mukminuunal ladziina hum fii shalaatihim khaasi’uun” (=Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang di dalam shalatnya khusuk).[18] Shalat yang khusuk adalah bagus dalam pelaksanaannya dari takbir sampai salam, berdiri di hadapan Allah dengan bermunajat kepada-Nya, sungguh-sungguh dalam menggerakkan hati, senantiasa berlindung dari godaan setan, merenungkan makna bacaan yang diucapkan, bertafakur terhadap gerakan shalat, dan membaguskan bacaan dengan suara yang bagus pula.
4. Penutup
Shalat dapat terlaknati jika pelaksaannya tidak mengindahkan waktunya, tujuannya bukan karena Allah semata, sesudahnya enggan bersedekah meskipun memiliki harta, dan dikerjakan dengan tergesa-gesa. Oleh karena itu, shalat harus dijaga pelaksaannya dengan ikhlas, khusuk, semangat, berjamaah, dan dilaksanakan sesuai dengan tuntunan Nabi SAW. Wallahu a’lam bish shawab.
[1] Rasul SAW bersabda, “Ash shalaatu ‘imadud diinn”. Hadits ini dikutip dari kitab Washaya lin Nabi SAW hlm. 9
[2] Rasulullah SAW telah bersabda, “Awwalu maa yuhaasabu ‘alaihil ‘abdu yaumal qiyaamatish shalaatu fain wujidat taammatan qubilat saairu ‘amalihi wain mujidat naaqishatan ruddat saairu’amalihi (=Permulaan amal yang dihisab pada hari kiamat adalah shalat, maka jika shalatnya sempurna amal yang lain diterima, dan jika shalatnya kurang sempurna, seluruh amal ditolak). Hadits ini dinukil dari kitab Majmuu’un Musytamilun’ala Arba’a Rasaaila hlm. 4
[3] Allah telah berfirman (Q.S. 107ha: 4) , “Fawailul lil mushaliin (=Celaka bagi orang yang Shalat)”
[4] Q.S.107: 4-7
[5] Q.S. 4:103
[6] Hadits datang dari Ali r.a. dinukil dari kitab Majmuu’un Musytamilun ‘ala Arba’a Rasaail hlm 3
[7] Kitab Washaayaa lin Nabi SAW hlm. 11
[8] H.R. Ar Rabii’
[9] Q.S. 108: 2
[10] H.R. Imam Ahmad
[11] Q.S. al lail: 11
[12] H.R. Turmudzi
[13] H.R. Bukhari dan Muslim
[14] Q.S. Al Bayyinah: 5
[15] Q.S. an Nisa: 142
[16] Q.S. an Nisa: 102
[17] H.R. Bukhari
[18] Q.S. al Mukminun: 1-2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar