PENDEKATAN SPIRITUALITAS
DALAM MENGHADAPI BENCANA
Oleh : Abah Malikun
Oleh : Abah Malikun
\
1.
Pendahuluan
Maraknya bencana yang terjadi di
wilayah tanah air mengundang keprihatinan bersama. Mengapa demikian? Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan angka kejadian bencana yang
luar biasa. Kurun waktu Januari-Oktober 2016 telah terjadi 1.853 bencana.[1]
Bencana tersebut berupa banjir, tanah longsor, kebakaran, dan sebagainya.
Sebagai orang yang beriman, kita
patut prihatin karena buncana tersebut juga menimpa saudara kita yang beriman.
Kita juga yakin bahwa bencana tersebut terjadi atas izin Allah SWT. Di samping
menjadi ujian bagi kita, bencana tersebut juga merupakan teguran sekaligus bisa
menjadi azab.
Dari segi spiritual, bencana
tersebut memunculkan dua pertanyaan mengapa bencana terjadi? Bagaimana spiritualitas
kita menghadapi bencana tersebut? Dari kedua pertanyaan tersebut kita bagi
menjadi dua term, yaitu analisis spiritual penyebab bencana dan pendekatan
spiritualitas dalam menghadapi bencana.
2.
Analisis Spiritual Penyebab
Bencana
Analisis penyebab bencana berikut
ini berpijak pada pemikiran yang merujuk dalil al Quran dan as Sunah. Dari
analisis tersebut, ditemukan beberapa penyebab terjadinya bencana antara lain
yang pertama adalah human error
(kesalahan manusia). Allah SWT telah berfirman, “Wamaa ashaabakum min mushiibatin fabimaa kasabat aidikum...” (=Dan
apapun yang mengenai kalian dari bencana adalah karena perbuatan tangan kalian
sendiri).[2]
Sebagai contoh, banjir yang terjadi di daerah aliran sungai bisa disebabkan
penebangan hutan di daerah pegunungan tanpa mengindahkan aturan yang berlaku
sehingga terjadi penggundulan hutan yang tidak bisa menahan air hujan.
Penyebab kedua adalah perbuatan
penduduk yang mendustakan ayat-ayat Allah Azza wa-Jalla. Dalam hal tersebut
Allah telah berfirman, “... walakin
kadzdzabuu fa akhadznaahum bimaa kanuu yaksibuun” (= dan tetapi ternyata
mereka mendustakan [ayat-ayat kami], maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa
yang meraka kerjakan).[3]
Coba renungkan bencana hujan badai lalu banjir besar yang telah menimpa kaum
Nabi Nuh a.s. dan juga hujan batu yang menimpa kaum Nabi Luth a.s. serta
kisah-kisah umat terdahulu yang lain yang ada dalam al Quran.
Bencana juga bisa terjadi bukan
kerena kesalahan manusia ataupun maksiat yang telah dilakukan manusia, tetapi
memang karena ketentuan Allah Yang Maha Perkasa. Allah telah berfirman, “Qul lan yushiibanaa illaa maa kataballahu
lanaa...” (=Katakanlah (hai Muhammad), “Tidak akan menimpa kami melainkan
yang telah ditetapkan Allah bagi kami...”).
Penyebab yang lain terjadinya
bencana adalah keinginan Allah SWT untuk menguji manusia demi peningkatan
derajat dan martabatnya. Dalam sebuah Hadits, Rasulullah SAW telah bersabda, “Maa yushiibul mukmina syaukatun famaa
fauqahaa illa rafa’allahu darajatan auhaththa ‘anhu bihaa khathiiatan” (=Tidaklah
mengenai seorang mukmin terkena duri atau lebih dari itu kecuali Allah telah
mengangkat derajat baginya atau menghilangkan kesalahan baginya dengan bencana
tersebut).[4]
3.
Pendekatan Spiritualitas
dalam Menghadapi Bencana
Sebelum bencana menimpa kita,
tindakan kita adalah menjaga diri dari berbuat yang merusak lingkungan seperti
membuang sampah sembarangan, menebang hutan tanpa Di samping ikhtiar lahir tersebut, kita juga
melaksakan pendekatan spriritualitas seperti bersedekah. Rasulullah SAW telah
bersabda, “Bersegeralah bersedekah sebab yang namanya bencana tidak pernah bisa
mendahului sedekah.” Hadits lain mengatakan, “Ashshadaqatul daf’ul bala’ (=Sedekah itu penolak bencana). Ada
sebuah kisah: seorang pemburu mengambil induk burung yang masih kecil-keci.
Anak burung tersebut berdoa kepada Allah agar pemburu tersebut kena bencana.
Namun, karena pemburu tersebut bersedekah tiga potong roti kepada pengemis,
Allah SWT membatalkan permohonan anak tersebut.
Cara kedua setelah bersedekah
adalah senantiasa menjaga iman kita. Allah SWT telah berfirman, ‘Lillahil amru min qablu wamin ba’du
wayaumaidzin yahrahul mukminuun” (=Bagi Allah urusan mereka sebelum dan
sesudah [mereka menang] dan pada hari [kemenangan bangsa Romawi] itu
bergembiralah orang-orang yang beriman).[5]
Jadi, jelaslah bahwa hanya dengan beriman kita bisa terhindar dari bencana.
Pendekatan spiritualitas ketiga
adalah senantiasa meningkatkan kualitas ketakwaan dan intensitas beribadah.
Dalam hal tersebut, Allah telah berfirman, “Walau
anna ahlalqura aamanuu wattaqaulafatahnaa ‘alaihim barakaatin minassamaai wal
ardhi...” (=Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi).[6]
Ketika bencana sudah terjadi,
yakinlah bahwa bencana itu datang dari Allah sebagai bentuk ujian bagi kita.
Oleh karena itu, kita mesti bersabar menghadapinya. Allah telah berfirman, “Wabasysyirishshaabiriin” (= Dan
sampaikan kabar gembira bagi orang-orang yang sabar}.[7]
Cara yang tidak kalah pentingnya
adalah berdoa setiap saat. Nabi SAW telah bersabda, “Ad do’aau silahul mukminiin” (=Doa itu pedangnya orang-orang yang
beriman). Dengan berdoa, kita selalu berkomunikasi kepada Allah Yang Maha Kuasa
atas segala sesuatu.
4.
Penutup
Bencana yang akhir-akhir ini
intensitasnya meningkat disebabkan beberapa faktor antara lain kesalahan
manusia dalam hal ikut andil bagi kerusakan lingkungan, dosa manusia
mendustakan ayat-ayat Allah, ketentuan Allah, dan keinginan Allah menguji
hamba-hamba-Nya yang beriman. Pendekatan spiritualitas dalam menghadapi bencana
yang dapat kita lakukan adalah menjaga diri dari berbuat maksiat dan perbuatan
yang bisa merusak lingkungan, menjaga iman, meningkatkan ketakwaan dan
intensitas beribadah serta selalu berdoa. Wallahul
a’lam bishshawab.
[1] Republika: Senin, 31 Oktober 2016 hlm. 2 kolom 4-6
[2] Quran Surat Asy Syura[42]: 30
[3] Quran Surat al A’raf [7]: 96
[4] H.R. Imam Muslim dan Imam Turmudzi
[5] Q.S. ar Ruum [30]: 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar