Minggu, 18 Februari 2018

Ma'rifatur Rasul


MA’RIFATUR RASUL 
MENUJU KESEMPURNAAN IMAN

       1.      Pendahuluan

             Bermusyahadah kepada Rasulullah pada hakikatnya tidak hanya sekedar kita bersaksi atau mengakui bahwa Sayyid Muhammad bin Sayyid Abdullah adalah hamba dan utusan Allah. Namun, syahadah kita harus didahului dengan keyakinan mendalam dengan didasari dalil aqliyyah maupun naqliyyah. Berikutnya, kita harus mampu menghadirkan pribadi Beliau SAW setiap saat agar bisa bertutur kata, bersikap, dan bertindak sesuai dengan keteladanannya.

              Iman kepada Beliau SAW harus dimulai dari hati berupa i’tiqat, diucapkan dengan lisan melalui syahadat, dan diikuti dengan i’tiba’ kepadanya. Syahadat sudah dilaksanakan ketika kita menyatakan diri sebagai seorang muslim. Pada saat itu pula, kita berkeyakinan terhadap kerasulannya. Keyakinan tidak akan sempurna tanpa diikuti dengan meneladaninya.

              Lalu, siapa sebenarnya sosok Beliau SAW? Bagaimana cara kita mewujudkan ma’rifat kita kepadanya agar iman menjadi sempurna? Kedua pertanyaan tersebut menjadi pijakan penulis memulai kajian dengan term ma’rifatur rasul dan melengkapinya dengan term kaifiyah menyempurnakan iman kepadanya.

      2.      Makrifatur Rasul SAW

              Ma’rifat berasal dari ‘arafa (mengetahui)-ya’rifu (mengetahui)-ma’rifatun (pengetahuan).[1] Sedang ma’rifatur rasul merupakan tarkib idhafat yang bermakna ‘tentang’. Dengan demikian, ma’rifatur rasul dapat diartikan pengetahuan tentang Rasul SAW.

              Nabi Muhammad SAW manusia seperti kita yang diberi Allah keutamaan melebihi yang lain. Allah SWT telah berfirman, “Annabiyyu aulaa bilmukminiina min anfusihim” (= Nabi SAW adalah seutama-utamanya orang-orang yang beriman dari golongan mereka).[2] Oleh karena itulah, sebutan untuk Beliau SAW sebagai ‘Sayyidul Anbiyya-a wal Mursalin’ (=pemimpin para nabi dan rasul) tidak mungkin kita ingkari.

             Keutamaan Beliau SAW terletak pada akhlakul karimah atau budi pekertinya. Beliau SAW sejak mudanya sudah terkenal dengan kejujurannya sehingga dipercaya konglomerat wanita terkaya di Mekah, Sayyidah Hadijah, membawa barang dagannya ke Syam.[3] Imam Abdur Rahman Addiba’i bercerita bahwa Beliau SAW adalah sebaik-baik manusia dalam kejadian dan budi pekertinya, wakaana SAW ahsanan naasi khalqan wakhuluqan.[4] Allah menyatakan, “Innaka la’alaa khuluuqin azhim” (=Sesungguhnya engkau sungguh di atas budi pekerti yang agung).[5] Beliau SAW sendiri juga menyatakan, “Ana akramul awwaliina wal akhiriina ‘alaa Allah walaa fakhra’ (= Saya semulia-mulia generasi awal dan akhir menurut Allah dan tanpa angkuh).[6]

              Kerasulan Beliau SAW bersifat universal, menjangkau seluruh alam, bukan hanya untuk gololongan atau suku tertentu seperti nabi-nabi dan rasul-rasul terdahulu. Kehadirannya di muka bumi untuk menebarkan kedamaian dan ketentraman, tidak saja bagi alam manusia tetapi alam lain seperti hewan, tumbuhan, dan sebagainya. Allah SWT telah berfirman, “Wamaa arsalnaaka illaa rahmatan lil’alamiina” (=Dan tidaklah Kami mengutusmu [Muhammad] kecuali merupakan rahmat [kasih sayang] bagi seluruh alam).[7]

              Pada hakikatnya, asma dan sifat Beliau SAW sudah tertulis dllam kitab-kitab suci sebelum Alquran. Dalam kitab Taurat, misalnya, disebutkan bahwa akan datang Nabi SAW pada akhir zaman yang dilahirkan di Mekah, kelak akan hijrah ke Madinah, dan kerajaannya di Syam. Disebutkan pula bahwa Beliau SAW selalu memotong rambutnya di tengah-tengah (tidak panjang dan tidak pula pendek), kelak akan menjadi pemimpin para nabi, dan umatnya adalah sebaik-baik umat karena bertakbir kepada Allah melalui shalat yang barisannya rapat dan rata seperti barisan pasukan di medan perang.[8]

       3.      Kaifiyah Menyempurnakan Iman kepada Beliau SAW

              Sebagai seorang mukmin wajib hukumnya menyempurnakan iman kepadanya, Bagaimana caranya? Pertama, meneladani Beliau SAW karena kesempurnaan pribadinya, dan paling lengkap amalnya untuk ditiru oleh siapa saja yang yakin akan kembali kepada Allah dan hari akhir serta banyak berzikir kepada-Nya. Allah SWT telah berfirman, “Laqad kaana lakum fii Rasuulillah uswatun hasanatun liman kaana yarjuullahal yaumal aakhira wadzakarallaha katsiiran” (-Demi sungguh adanya untuk kalian pada diri Rasulullah terdapat teladan yang baik bagi siapa saja yang berharap akan kembali kepada Allah dan hari akhir serta berzikir kepada Allah yang banyak).[9]

              Kaifiyah kedua adalah memanggil Beliau SAW dengan panggilan yang baik dan memuliakan serta menghormatinya. Dalam shalawat misalnya, kita menyebut Allahumma shalli wasallim ‘alaa sayyidinaa Muhammad wa’alaa aali sayyidinaa Muhammad. Kata ‘sayyidinaa’ yang berarti tuan kami sama seperti pada saat kita memanggil orang yang lebih tua dengan kata ‘bapak’ atau ‘mister’. Allah telah menegaskan, “Laa taj’aluu du’aa-ar rasuuli bainakum kadu’aa-i ba’dhikum ba’dhan” (=Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul SAW di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang lain).[10]

              Ketiga adalah memperbanyak membaca shalawat dan salam kepada Beliau SAW seperti:  Allahumma shalli wasallim ‘alaa sayyidinaa Muhammadin wa’alaa aali sayyidinaa Muhammad”. (= Ya Allah berilah rahmat dan keselamatan kepada tuan kami Muhammad serta keluarga tuan kami Muhammad). Allah telah berfirman, “Innallaha wal malaa-ikatahu yushalluuna ‘alan Nabii, yaa ayyuhal ladziina aamanuu shalluu ‘alaihi wasallimuu taslimaa” (= Sesungguhnya Allah dan para malaikbat-Nya bershalawat kepada Nabi. Hai orang-orang yang beriman bershalatlah kepadanya dan bersalamlah dengan salam yang sempurna).[11]

      4.      Penutup

             Akhirnya, kita harus yakin bahwa nabi kita, Nabi Muhammad SAW, memiliki kesempurnaan jiwa-raga di atas manusia lain bahkan di atas para nabi dan rasul yang lain untuk menjalankan tugasnya sebagai nabi dan rasul pada akhir zaman guna menjadi rahmat bagi seluh alam. Agar mencapai iman yang sempurna, kita harus meneladani Beliau SAW, memanggilnya dengan panggilan yang mulia, dan senantiasa memperbanyak membaca shalawat dan salam kepadanya. Wallahu a’lam bish shawaab.




[1] Kamus al Bisri hlm. 491-493
[2] Q.S. Alahzab:6
[3] Kitab Khalashatu Nuril Yaqin hlm. 10-11
[4] Kitab Majmu’atul Mawaalidi hlm. 28
[5] Q.S. Alqalam: 4
[6] Kitab Tanwirul Quluub hlm. 34
[7] Q.S. Alanbiyyaa: 107
[8] Hadits riwayat Athak bin Yasar dari Ka’ab Alakhbar dalam kitab Majmu’atul Mawalidi hlm. 16-17
[9] Q.S.Alahzab: 21
[10] Q.S.Annur: 63
[11] Q.S. Alahzab: 56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PPDB MTs AL ADZKAR TAHUN 2024/ 2025

PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) MTs  AL ADZKAR TAHUN 2024/ 2025   VISI MTs AL ADZKAR:  Terbentuknya anak shalih yan sehat, cerdas dan t...