MURAQABATULLAH:
Upaya Meraih Kesempurnaan Ibadah
(Oleh : Abah Malikun)
1.
Pendahuluan
Dalam suatu majelis, Rasulullah SAW ditanya oleh Jibril a.s. tentang ihsan. Beliau SAW menjawab bahwa ihsan adalah beribadahlah kepada Allah SWT seakan-akan kalian melihat Allah; jika tidak bisa, beribadahlah kepada Allah seakan-akan Allah melihatmu.[1] Ada dua hal yang patut kita cermati,
yaitu yang pertama beribadah kepada Allah dengan keyakinan bias melihat Allah (dengan matahati) dan yang kedua beribadah kepada Allah dengan keyakinan ibadah kita dilihat-Nya. Yang pertama telah dibahas dalam artikel sebelumnya (tentang musyahadah), dan yang kedua berkaitan dengan terma tentang muqarabatullah.
Muqarabatullah merupakan amal hati yang menentukan kualitas dan kesempurnaan ibadah seorang abid (ahli ibadah). Dengannya, seorang abid meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa segala tindak-tanduknya diawasi
Allah al Khabir (Maha Mengetahui).
Oleh kerena itu, seorang abid akan melaksanakan ketaatan kepada Allah dengan sungguh-sungguh.
Lalu, apa itu muraqabatullah? Bagaimana kiat-kiat menghidupkan muraqabatullah dalam hati seorang abid? Apa fadhilah muraqabatullah bagi kesempurnaan ibadah seorang abid? Dari tiga pertanyaan tersebut, penulis mengarahkan kajian ini dalam tiga tema, yaitu pengertian muraqabatullah, kiat-kiat menghidupkan muraqabatullah dalam hati seorang abid, dan fadhilah muraqabatullah bagi kesempurnaan ibadah seorang abid.
2.
PengertianMuraqabatullah
Muraqabatullah adalah bentuk idhafat (milik) dari lafaz muraqabah dan lafaz Allah. Lafaz muraqabah berasal dari bentuk madhi (dasar) raqaba yang berarti mengawasi. Sedang lafaz muraqabah adalah isimmaf’ul bentuk muanats berarti yang
diawasi. Muraqabatullah berarti yang merasa diawasi oleh Allah setiap saat.[2] Dengan demikian, muraqabatullah adalah siapapun yang sudah mencapai maqam ibadah dengan merasa diawasi oleh Allah.
Allah telah menegaskan bahwa segala sesuatu yang Nampak maupun
yang tersembunyi pasti Dia ketahui dengan pasti. Dalam firman-Nya dinyatakan, “Wakaanallahu
‘alaakullisyai-in raqiiba” (=Dan adalah Allah atas segala sesuatu Dia Maha Mengawasi)[3] Dalam ayat lain dinyatakan, “Intubtuusyaianautukhfuuhu fainnallaha kaana bikulli syai-in ‘aliima” (=Jika kalian menampakkan sesuatu atau menyembunyikannya, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu).[4]
Berkaitan dengan muraqabatullah, Allah telah menetapkan diri-Nya dengan sifat dan asma yang terpuji dan Maha Sempurna: al ‘Alim (Maha Mengetahui), al Hafizh (Maha Memelihara), arRaqiib (Maha Mengawasi), al Latiif (Maha Lembut), al Bashir (Maha Melihat), as Sami’ (Maha Mendengar), “Alimul ghaibi wasysyahadah
(Maha Menyaksikan yang
ghaib dan yang terlihat).[5] Ilmu Allah Maha Luas meliputi yang ghaib maupun yang nampak, yang ada di langit maupun di bumi, dan yang ada di dunia maupun di akhirat. Dengan demikian, muraqabatullah merupakan amal batin
yang berupa keyakinan seorang abid akan pengawasan melekat dari Allah terhadapapapun yang dikerjakannya.
3.
Kiat-kiat Menghidupkan Muraqabatullah dalam Hati Seorang Abid
Dalam beramal, manusia terbagi menjadi tiga kondisi yaitu pertama,
dalam kesendiriannya dia lebih baik dari pada saat berkumpul dengan
orang lain, berarti dia memiliki karunia dan keutamaan. Kedua,
saat sendiri dia berkondisi sama dengan pada saat berkumpul dengan
orang lain, berarti dia
orang yang adil. Yang ketiga, saat kesendirinya dia lebih buruk dari pada saat berkumpul dengan orang lain, berarti dia orang kering hatinya.[6]
Dari kondisi tersebut, perlu dicari kiat-kiat menghidupkan muraqabatullah dalam hati agar termasuk manusia yang memiliki kondisi hati yang adil dan memiliki keutamaan. Ada beberapa kiat yang bias kita lakukan agar muraqabatullah senantiasa ada dalam hati seorang abid.[7] Pertama, perlu ditanamkan keyakinan dalam hati seorang abid bahwa Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu yang Nampak dan tersembunyi. Dengan keyakinan tersebut, abid akan percayadiri dalam beramal karena amal tersebut dilihat oleh Allah SWT. Inilah sesungguhnya hakikat muraqabatullah.
Kedua, seorang abid harus yakin betul bahwa semua amalnya dicatat, dihitung besaranya, ditimbang kualitasnya, dan dibalas oleh Allah; dari amal yang sekecil semut pudak sampai amal yang besar. Amal baik akan dibalas dengan pahala
yang berlipat ganda dari Allah; amal yang buruk juga akan diazab sesuai dengan keburukannya. Amal yang berarti membangun kualitasnya akan mendatangkan keridhaan Allah dan pada akhirnya akan menempatkan pelakunya pada surga; bagitu pula
sebaliknya amal yang ringan timbangan kualitasnya akan mengantar sipelaku kedalam neraka Hawiyyah.[8]
4.
Fadhilah Muraqabatullah bagi Kesempurnaan Ibadah Seorang Abid
Ada beberapa fadhilah muraqabatullah bagi kesempurnaan ibadah seorang abid, yaitu pertama, karena amal hati maka muraqabatullah merupakan amal utama yang tidak mungkin dipamerkan kecuali kepada Allah. Kedua, muraqabatullah akan menggerakan seorang abid kepada kebaikan dan kebenaran, hadir dalam majelis ilmu, majelis zikir, majelis shalawat, dan kegiatan-kegiatan dakwah Islamiyah. Dengan demikian, muraqabatullah menjadi pemompa bagi kesempurnaan amal ibadah seseorang.
Ketiga, seseorang yang dalam hatinya ada muraqabatullah akan merasa tenang, pikiran bening, hidup bahagia karena tidak merasa sendiri karena di dekatnya ada Allah yang mengawasinya. Ketenangan tersebut sebabkan oleh ketergantungan jiwanya hanya kepada Allah.
Keempat, muraqabatullah akan menumbuhkan imunitas (dayatahan) dari segala gangguan
yang bias mendatangkan penyakit hati seperti nifaq, malas beribadah, suuzhan kepada
Allah, riya, sum’ah, ujub, dan penyakit hati lainnya. Dengan demikian, muraqabatullah menjadi tameng diri dari bisikan apapun termasuk bisikan setan.
5.
Penutup
Akhirnya, muraqabatullah merupakan amal batin berupa keyakinan bahwa Allah senantiasa mengawasi gerak-gerik manusia. Dengan Muraqabatullah. Hati akan tenang, pikiran bening,
dan amal menjadi lebih sempurna. Orang yang memiliki muraqabatullah dalam hatinya akan mendapatkan kebahagian di dunia dan akhirat.
Wallahul a’lambish shawab.
[1]H.R.Bukharidan
Muslim dalamkitabArbainNawawi
[2]
Ahmad Sunarto,”KamusLengkap al Fikr”, Surabaya:
Halim Jaya, 2002hlm. 259
[3]
Quran Suratal Ahzab [33]: 52
[4]
Ibid: 54
[5]Dikutipdari
Al Jumaanatul Ali: Al Quran danTerjemahannyahlm i-ii
[6]Syekh
Muhammad Ismail dalam Press.com.2016/05/30
[7]Dr.
Sayyid Muhammad NuhdalamkitabTaujihNabawi.
[8]Kenyataaniniditerangkan
Allah denganjelasdalam Quran surat al Zalzalahdan al Qari’ah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar