MENJAGA KESUCIAN HATI
Oleh : K.H. Drs. Malikun, M.Pd.I.
(Pengasuh Ponpes Al Adzkar)
1. Pendahuluan
Baru saja kita merayakan ‘Idul
Fitri’ dengan berbagai makanan yang enak, pakaian yang baru dan bagus, shalat
Id, silaturahmi, berekreasi ke tempat wisata, dan acara halal bihalal baik di
kantor maupun di kampung. Semua kita lakukan untuk memperingati hari kemenangan
setelah sebulan kita berpuasa di Ramadhan dengan mengekang hawa nafsu. Di
samping meraih kemenangan, kita juga kembali ke fitrah hati yang suci yang kita
sebut dengan ‘Idul Fitri’.
Hati suci hasil bergulatan selama sebulan,
akan barubah pula jika kita tidak pandai menjaganya. Hati yang dalam Bahasa
Arab ‘alqalb’ berarti berubah-ubah; kadang-kadang baik, kadang-kadang buruk,
kadang bersih atau suci dan kadang kotor. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh
faktor internal manusia tersebut dan faktor eksternal yang berupa lingkungan
dan teman bergaul.
Lalu, Bagaimana menjaga hati agar
tetap dalam kondisi bersih atau suci? Kajian ini akan memaparkan pendapat yang
telah ditulis oleh Syekh ‘Usman bin Hasan bin Ahmad Syakir Alkhauburi dalam
kitab ‘Duratun Nashihiin’ halaman 262-265.
2. Hati yang Suci
Hati suci laksana kaca cermin yang
digunakan untuk melihat wajah. Kondisi wajah akan terlihat jelas sampai jerawat
sekecil apapun. Sebaliknya, hati kotor laksana kaca cermin yang penuh debu dan
noda. Secantik apapun wajah yang bercermin di kaca tersebut akan terlihat
sangant jelek. Dalam hati suci terdapat naluri yang selalu membisikkan
pemiliknya untuk berbuat kebajikan. Sedangkan dalam hati kotor, naluri tak
sanggup lagi membisikkan pemiliknya berbuat kabajikan karena tertutup oleh hawa
nafsunya.
Ketika menafsiri ayat “Qad
aflaha man tazakka”. Syekh ‘Utsman menggambarkan hati suci sebagai hati
yang jauh dari kufur dan maksiat, tergambar dalam pribadi yang bertakwa, banyak
bersedekah atau berzakat, dan banyak mendirikan shalat.[1]
Hati suci tidak memuat karaguan sedikit
pun tentang Allah dan tidak pula mendurhakai-Nya. Ketika mendengar Allah
disebut, hati bergetar hebat merindukan-Nya. Begitu pula jika berkumpul dengan
para kekasih-Nya, hatinya tenang karena merasa kehadiran-Nya.
Hati suci tergambar dalam pribadi
yang selalu takut kepada Allah dengan melaksanakan semua perintah-Nya, dan
menjauhi semua larangan-Nya. Semua ditaati dengan ikhlas dan berharap
ridha-Nya. Kesuciannya akan nampak pada sikap dan perkertinya yang penuh
tawadhuk, qanaah, wara’, dan yakin (optimis). Baginya, harta hanyalah titipan
belaka yang ada hak-hak orang lain dan perlu secepatnya disampaikannya. Waktu
baginya terasa kosong jika tidak cepat-cepat bermesraan dengan Tuhannya melalu
shalat, baik shalat fardhu maupun sunah.
3. Kiat-kiat Menjaga Kesucian
Hati
Untuk menjaga agar hati selalu
dalam kondisi suci, kita perlu beramal shalih baik qauliyah, fi’liyah, maupun
qalbiyah. Ketiga jenis amal tersebut dilaksanakan secara bersamaan, atau paling
tidak mengumpulkan qauliyah dan qalbiyah atau fi’liyah dan qalbiyah atau
qalbiyah saja. Amal- amal tersebut antara lain menyembah-Nya dan tidak
menyekutukan-Nya, berbakti kepada kedua orang tua, meninggalkan perbuatan
zalim, menggunjing (ghibah), cinta dunia (hubbud dunya), memperbanyak zikir,
bersabar atas musibahnya, membaca Alquran, ikhlas dalam beramal, dan menahan
hawa nafsu.
Dalam pelaksanaanya, amal shalih harus dilandasi iman yang teguh,
dibangun dengan syariat yang benar, dan dengan akhlak mulia yang selalu
diperbaiki. Konsep lain mengatakan harus menggabungkan iman, islam, dan ihsan.
Orang yang bisa menjaga kesucian
hatinya, akan mendapatkan berbagai keutamaan baik di dunia maupun di akhirat.
Keutamaan tersebut antara lain senantiasa terjaga dari melakukan dosa besar
maupun dosa kecil, telah tercatat sebagai peraih kemerdekaan dari api
neraka,setiap amalnya mendapat keridhaan Allah, berhak mendapat tiket ke surga,
dijanjikan keluar dari kubur dengan rasa aman, diwajibkan mendapatkan syafaat pada hari kiamat, melewati jembatan shirathal
mustaqim dengan cepat, mizannya penuh kebaikan, dan terhapus dari daftar
orang-orang yang celaka.
4. Penutup
Akhirnya, hati suci perlu kita
jaga dengan iman yang kokoh, syariat yang sempurna, dan akhlak yang mulia. Hati
yang terjaga kesucinannya akan mendatangkan kemuliaan di dunia maupun di akhirat. Wallahu a’lam bish
shawab.
[1] Kitab ‘Duratun Nashihin’ halaman 262
Tidak ada komentar:
Posting Komentar