KRITERIA PEMIMPIN:
Secuil Pedoman bagi Pemilih
Muslim
Oleh : Drs. H. Malikun, M.Pd.I.
Oleh : Drs. H. Malikun, M.Pd.I.
1.
Pendahuluan
Sebentar
lagi akan dilaksanakan pilkada serentak dan disusul pilpres. Sebagai rakyat
yang memiliki hak pilih, kita tentu membutuhkan pedoman untuk menentukan
pilihan sehingga mendapatkan pemimpin yang meneladani Rasulullah SAW. Pemimpin
tersebut harus mampu menciptakan masyarak at madani, dan wilayah yang baldatun
thayyibatun wara’bun ghafur atau dengan istilah Jawa gemah ripah loh
jinawi.
Menentukan pilihan bukan hal yang sepele karena menentukan keberhasilan
yang bersama dalam masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan kriteria pemimpin
yang bisa menyejahterakan rakyat dan merakyatkan kesejahteraan di wilayah
kepemimpinannya. Kriteria tersebut dibutuhkan agar pilihan kita tepat dan
bernilai ibadah karena bersandar kepada keridhaan Allah dan keteladanan
Rasulullah SAW.
Dari
uraian tersebut, kita perlu mengetahui apa itu pemimpin? Bagaimana kriteria
pemimpin? Oleh karena itu, dalam kajian ini, penulis berikan tema pengertian
pemimpin dan kriteria pemimpin.
2.
Pengertian
Pemimpin
Pemimpin berasal dari bentuk dasar ‘pimpin’ dan imbuhan pe- yang berarti
orang yang memimpin. Artinya, individu manusia yang yang diamanatkan memimpin
subordinat (pengikutnya) ke arah mencapai matlamat yang ditetapkan.[1]
Definisi tersebut menjelaskan dengan datail bahwa pemimpin adalah sebuah amanah
bukan jabatan yang diperjual belikan. Amanah tersebut disertai kesepakatan
antara pemimpin dan pemilihnya sebagai pemberi amanah.
Pemimpin
juga berarti orang yang bisa memimpin dalam arti mempengaruhi orang lain atau
kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya.[2]
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah bentuk kecakapan
mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kecapakan
tersebut merupakan bakat asli yang diasah dalam proses pematangan di
tengah-tengah masyarakat yang ditunjukkan secara nyata bukan janji-janji yang
dipoles dingan bahasa yang memikat.
Dari definisi tersebut, kita dapat merumuskan bahwa pemimpin adalah
amanah dari rakyat agar mencapai kesepakan bersama. Amanah kepemimpinan
tersebut semestinya diberikan kepada individu yang sudah terbukti mampu
menggerakkan rakyat untuk meraih kesejahteraan bersama. Oleh kerena itulah,
pemimpin yang dipilih harus membuktikan kemampuannya membuat rakyat sejahtera.
3.
Kriteria
Pemimpin
Pemimpin
yang lahir karena amanah rakyat tentu memiliki kualitas yang didasarkan atas
kriteria-kriteria fisik, psikhis, agamis, dan sosio-kultural. Kriteria fisik
meliputi kemampuan jasmaniah yang disyaratkan oleh medis sebagai pemimpin.
Syarat tersebut ditandai dengan lulusnya saat tes kesehatan. Alquran
menambahkan bahwa syarat pemimpin adalah seorang laki-laki karena memiliki
kelebihan fisik maupun psikhis dibandingkan sorang wanita.[3]
Itulah sebabnya, kriteria seorang laki-laki adalah kriteria pertama dan utama
menurut Alquran.
Kriteria psikhis meliputi kecerdasan intelektual di atas rata-rata
sehingga dengan cepat membaca ayat-ayat qauliyah maupun kauniyah untuk dengan
cepat memutuskan suatu kebijakan bagi kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya.
Kecerdasan emosional mencakup kemamuan mengendalikan emosionalnya saat
menghadapi gejolak yang terjadi di tengah-tengah masyarakat sehingga tidak
mudah marah, tidak mudah percaya laporan bawahan, dan tidak gegabah dalam
bertindak. Kematangan emosional seorang pemimpin menentukan kearifan dalam
memutuskan sesuatu, tenang dalam menghadapi situasi yang sangat genting
sekalipun, dan bertindak dengan pertimbangan yang sangat matang tanpa
mengurangi kasigapan dalam bersikap.
Kriteria agamis bagi seorang pemimpin sangat mutlak karena pada hakikatnya
ruh pemimpin adalah keimanan dan ketakwaannya. Seorang pemimpin yang beriman
akan bertindak apapun berdasarkan imannya, bukan hanya mengandalkan logika, tenaga,
apa lagi kesewenang-wenangannya. Pemimpin mukmin sadar betul bahwa
kepemimpinannya adalah dari, oleh, dan untuk Allah semata. Ketakwaan pemimpin
berpengaruh pada warna kebijakan yang tidak hanya bersifat meterialistis juga
menyangkut kemakmuran religiusitas. Segala informasi yang harus disampaikan
kepada rakyat dikemas dalam bentuk dakwah melalui le,baga-lembaga agama.
Ketakwaannya juga teruji karena kemuliaan akhlaknya, minimal amanah, fathonah,
sidik, dan tablig diterapkan dengan baik. Oleh karenanya, pemimpin harus
tafaquh fid diin (cerdas dalam ilmu agama).
Kriteria sosio-budaya diaplikasikan dengan mengejawantahkan kecerdasan
intelektual dan kecerdasan religiusnya sesuai dengan kondisi masyarakat dan
budaya yang ada. Oleh kerena itu, kriteria tersebut sesuai dengan kepemimpinan
Pancasilais yang disyaratkan bagi seluruh pemimpin di Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Tanpa memahami kondisi masyarakat dan budayanya, pemimpin
tidak akan berhasil dalam kepemimpinannya.
4.
Penutup
Akhirnya, pemimpin
adalah individu manusia yang mendapatkan amanah dari rakyat atau pengikutnya
untuk menggerakkan semua komponen masyarakat untuk mencapai tujuan bersama.
Seorang pemimpin harus memiliki kriteria fisik, psikhis, agamis, dan sosio-kultural
agar dapat melaksanakan tugas kepemimpinannya dengan mendapat ridha Allah SWT
dan meneladani Rasulullah SAW. Wallahu a’lam bisha shawab.
[1] Ahmad Rusli (1999) dalam referensi-kepemimpinan-blogsp. 20 Maret 2009
[2] Miftah Thoha, “Prilaku Organisasi” tahun 1983 hlm. 255
[3] Allah SWT telah berfirman (Annisa:34), “Arrijaalu qawwamuuna
‘alan nisaa-i bimaa fdhalallahuba’dhahum ‘alaa ba’dhin wabimaa anfaquu min
amwaalihim” (= Kaum laki-laki adalah pemimpin kaum wanita karena Allah
telah melebihkan sebagaian mereka [laki-laki] atas sebagian mereka [wanita] dan
karena mereka [laki-laki] memberi nafkah dengan hartanya). Ayat ini memang
untuk pemimpin keluarga. Dengan demikian bagaimana keluarga yang kecil saja
harus dipimpin laki-laki, apalagi wilayah yang luas bahkan negara?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar