Minggu, 08 April 2018

Rebo Wekasan


REBO WEKASAN: Apa dan Bagaimana ?
Oleh : Drs. H. Malikun, M.Pd.I.
(Pengasuh Ponpes Al Adzkar)

      1.      Pendahuluan
              Ada sebuah tradisi di masyarakat yang mengkhususkan untuk berdoa dan melaksanakan ritual menolak balak pada Rabu terakhir Safar atau yang lebih dikenal dengan istilah Rebo Wekasan. Tradisi tersebut bersentuhan dengan Islam karena adanya kegiatan yang bernuansa ibadah seperti shalat sunah, zikir, sedekah, dan doa. Namun, banyak yang mempertentangkan tradisi tersebut karena banyak yang menilai sebagai peninggalan zaman jahiliah.
              Tradisi Rebo Wekasan banyak dilaksanakan di masjid-masjid atau mushala untuk memohon perlindungan kepada Allah agar terhindar dari bencana. Banyak yang beranggapan bahwa pada hari tersebut Allah menurunkan 320.000 bencana setiap tahun. Oleh karena itu, mereka melakukan ritual bernilai ibadah agar dijauhkan dari bencana tersebut.
              Tulisan ini sekedar memperjelas apa yang dimaksud Rebo Wekasan? Bagaimana menyikapinya agar tidak terjatuh dalam perbuatan syirik? Dengan demikian, tema yang penulis jelaskan adalah tentang Rebo Wekasan dan pengelolaan Rebo Wekasan.
      2.      Tentang Rabo Wekasan
              Rabo Wekasan merupakan istilah Jawa yang berarti Rabo terakhir Safar. Pada hakikatnya, hari tersebut sama dengan hari-hari lain. Begitu pula Safar juga sama dengan bulan-bulan lain. Artinya, ketika Allah menurunkan azab kepada manusia tidak tergantung kepada waktu dan tempat, tetapi dengan melihat kondisi manusia pada saat datangnya utusan ( rasul ) yang menyampaikan ayat atau kebenaran dari Allah. Karena banyak yang berbuat kufur, Allah lalu mengazabnya.
              Allah telah menimpakan azab kepada kaum Ad karena mereka mendustakan Nabi Hud dengan angin kencang yang sangat dahsyat pada hari secara terus menerus. Allah telah berfirman, “Kadzdzabat‘Aadun fakaefa kaana ‘adzabii wanudzur (18) Innaa arsalnaa ‘alaihim riihan sharsharan fii yaumi nahsin mustamir (19)  (=Kaum Ad pun telah mendustakan, maka betapa dahsyatnya azab-Ku dan peringatan-Ku (18) Sesungguhnya Kami telah menghembuskan angin yang sangat kencang kepada mereka pada hari nahas yang terus menerus (19)[1]Menurut tafsir Alqurtubi dan Ismail Alburuswi, yaumi nahsin mustamir atau hari nahas yang terus-menerus jatuh pada Rabu terakhir Safar. Dalam tafsir tersebut juga dijelaskan bahwa Arba Mustamir hanya menimpa kaum Ad karena mendustakan Nabi Hud a.s. dan tidak terjadi pada setiap tahunnya. Dalam tafsir tersebut juga dijelaskan anggapan bahwa Safar bulan sial merupakan warisan Jahiliah.[2]
             Anggapan bahwa Safar adalah bulan sial juga ditentang oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya, “Tidak ada penyakit menular, tidak ada buruk sangka terhadap suatu kejadian, tidak ada malang pada burung hantu, dan tidak ada bala pada Safar.” [3]Dengan demikian, jelaslah bahwa anggapan Safar adalah bulan sial adalah warisan jahiliah dan kaum muslimin dan mukminin haram mempercayainya.
      3.      Pengelolaan Rebo Wekasan
              Bagaimana dengan kebiasaan yang terjadi di masyarakat kaitan dengan Rebo Wekasan? Ritual tersebut bermula dari sebuah berita gaib yang datang dari Aulia Allah yang ma’rifat billah bahwa setiap tahunnya Allah SWT menurunkan 320.000 bencana pada Rabu terakhir Safar. Syekh Ahmad bin Umar Addairobi dalam kitabnya “Mujarabat Addairobi” menjelaskan bahwa berita gaib tersebut merupakan ilham yaitu bisikan dari Allah SWT kepada para kekasih-Nya. Ilham tersebut merupakan informasi dari alam ghaib. Jadi, anjuran tersebut tidak berkaitan dengan syariat dan tidak menjadi dasar hukum suatu amal.
Ilham tidak boleh dilaksanakan orang lain apalagi orang awam sebelum dicari dasar Quran dan Haditsnya. Shalat atau amal lain yang dikhususkan untuk menolak bala pada Rabu terakhir Safar tidak ada dasarnya sama sekali.[4] Muktamar NU ke-3 menyarankan agar shalat tesebut  diniatkan dengan shalat sunah mutlak atau shalat hajat.
              Musyawarah NU Jawa Tengah 1978 juga pernah membahas perihal shalat khusus Rabo Wekasan. Keputusannya adalah shalat yang dikhususkan tersebut haram hukumnya kecuali diniatkan shalat sunah mutlak atau hajat. Keputusan tersebut pada dasarnya menguatkan keputusan Muktamar NU ke-2 tahun 1971 di Surabaya yang menghukumi sama terhadat shalat khusus Rebo Wekasan.[5]
              Adapun hukum berdoa pada Rabo Wekasan adalah boleh asal dengan niat mohon perlindungan secara umum. Sedangkan menyebarkan amalan yang tidak ada dasar hukumnya haram, demikian fatwa dari Hadratus Syekh Muhammad Hasim Asy’ari.[6]
             Lalu bagaimana mengelola tradisi secara benar? Yang pertama dilakukan adalah keyakinan bahwa azab Allah SWT datangnya tidak terpancang waktu dan tempat melainkan atas kehendak-Nya. Orang awam yang percaya akan informasi gaib dari arifin (orang yang makrifat)  bahwa pada Rebo Wekasan Safar Allah SWT menurunkan 320.000 bencana hendaknya bertawakal kepada-Nya dan berdoa mohon perlindungan kepada-Nya. Adapan amalan-amalan yang bisa kita laksanakan mulai dari bakda Magrib malam Rabu terakhir Safar adalah sebagai berikut:
     a.      Shalat Sunah Mutlak atau Hajat sebanyak empat rakaat ( dua salam) dengan membaca pada saat  
            berdiri setiap rakaatnya Alfatihah 1X, Alkautsar 17X, Alikhlas 5X, Alfalaq 1X, dan Annas 1X;
    b.      Membaca Yasin dan pada ayat Salaamun qaulan min Rabbir Rahiim dibaca berulang-ulang 
           sebanyak 313X;
      c.       Mengucapkan kalimah Syahadat 3X;
      d.      Memperbanyak membaca istighfar, disarankan sebanyak 300X;
      e.      Memperbanyak sedekah karena sedekah dapat mencegah bencana;
      f.        Adapun minum air putih yang diberi tulisan Arab dari ayat Salaamun qaulan min Rabbir 
            Rahiim  adalah diperbolehkan asal dengan niat bertabaruk  kepada ayat tersebut;
      g.      Banyak bertobat dengan membaca doa Nabi Yunus a.s., Laa ilaaha illaa anta subhaanaka innii 
             kuntu minazh zhaalimiin.[7]
      4.      Penutup
              Akhirnya, jelaslah bahwa informasi gaib akan datangnya 320.000 bencana pada Rebo Wekasan adalah ilham yang dibisikkan Allah SWT kepada para kekasih-Nya. Orang awam yang mempercayainya hendaknya bertawakal kepada Allah dan melaksanakan amalan-amalan yang sesuai dengan syariat agar tidak terjatuh dalam jurang kemusyrikan. Wallahu a’lam bish shawab.



[1] Q.S. Alqomar [54]: 18-19
[2]Dikutip dari media Tebuireng.on line
[3]Hadits dari Abu Huraira r.a. penulis unduh dari Islamnusantara.com
[4]Keputusan Muktamar NU ke-3 berdasarkan Kitab Ahkamul Fuqaha, 2010:54
[5]Keputusan tersebut bersumber kepada Kitab Tuhfatul Muhtaj juz VII halaman 317
[6]Media Tebuireng.on line
[7]Diunduh dari Islamnusantara.com dengan menukil Kitab Kanzun Najal was Suraar fii Fadhail Azmina wasy Syuhaar karya Imam Abdul Hamid Quds dengan beberapa perubahan redaksional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PPDB MTs AL ADZKAR TAHUN 2024/ 2025

PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) MTs  AL ADZKAR TAHUN 2024/ 2025   VISI MTs AL ADZKAR:  Terbentuknya anak shalih yan sehat, cerdas dan t...