Rabu, 10 April 2019

Menciptakan Pemilu Damai


MENCIPTAKAN  PEMILU DAMAI: 
Sebuah Keharusan
Oleh : Abah Malikun
(Pengasuh Ponpes Al Adzkar Pucang Gading Mranggen Demak)


1. Pendahuluan                                                                                       
               Sebagai negara demokratis, Indonesia menyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) setiap lima tahun untuk memilih anggota DPR, DPRD I, DPRD II, DPD, dan untuk tahun ini bersamaan dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) masa bakti 2019-2024. Baik Pemilu maupun Pilpres merupakan pesta demokrasi yang di dalamnya terdapat semangat dan kegembiraan seluruh rakyat. Tidak ada yang tersakiti, tidak ada yang tersisih, semuanya harus mau menerima hasil dengan gembira pula.

              Negara memberi hak kepada seluruh rakyat untuk dipilih (hak pilih pasif) dan memilih hak pilih aktif) sesuai dengan undang-undang atau ketentuan yang telah disepakati bersama baik oleh wakil rakyat (DPR) maupun lembaga yang berwenang (KPU). Hak untuk dipilh diberikan oleh negara kepada partai peserta pemilu dan siapa saja yang layak menurut ketentuan yang berlaku. Semuanya memiliki visi dan misi yang mulia untuk kejayaan negara dan bangsa ini. Oleh karena itu, kualitas mereka secara admistratif pasti sudah terjamin.

              Bagaimana halnya dengan kualitas pribadi? Untuk mengenali kualitasnya, perlu dilihat rekam jejak keterlibatan mereka dalam membangun bangsa dan negara bukan hanya mengobral janji atau bahkan menebar fitnah kepada lawan politiknya. Rekam jejak yang dimaksud adalah aksi dan pribadi mereka dalam kancah politik, sosial, agama dalam masyarakat.


2. Pemilih Bebas Memilih
             Pemilih adalah warga negara yang menurut undang-undang dan ketentuan yang berlaku memiliki hak untuk menentukan pilihannya dalam pemilu. Karena hak tersebut dijamin oleh negara, maka mereka memiliki kebebasan memilih calon wakil rakyat, anggota DPD, atau calon presiden dan wakil presiden. Tentu saja kebebasan tersebut harus disertai rasa tanggung jawab terhadap nasib bangsa dan negara lima tahun mendatang dengan merenung secara mendalam. Mereka seharusnya menentukan pilihannya dengan hati nurani yang bersih serta akal yang rasional.

              Masing-masing warga negara tidak boleh saling memaksakan kehendak kepada yang lain apa lagi hanya menyangkut urusan pencoblosan yang tidak lebih dari 5-10 menit. Dalam urusan agama yang paling mendasar dan krusial dalam hidup ini pun, orang lain tidak bisa memaksakan kehendak kepada yang lain. Allah SWT dengan tegas menyatakan, “LAA IKRAAHA FID DIEN” (=Tidak ada paksaan dalam beragama).[1] Allah saja tidak memaksakan kehendak-Nya agar manusia mengikuti kebenaran yang telah diwahyukan kepada Rasulullah SAW untuk disampaikan kepada umatnya. Ketika orang-orang kafir mengajak join dalam pengamalan agama, Allah mewahyukan kepada Beliau SAW agar berkata tegas kepada mereka, “LAKUM DIINUKUM WALIYADIINI” (=Bagimu agamamu dan bagiku agamaku).[2]

              Dalam Islam, ada larangan untuk memaksa siapapun agar sependapat dengan apa yang ada dalam isi otak kita. Dalam memilih agama saja ada kebebasan seluas-luasnya apa lagi hanya urusan politik. Kepada orang lain kita hanya boleh menyampaikan nilai-nilai saja dengan sewajarnya tanpa paksaan. Rasulullah SAW hanya diberi pesan oleh Allah SWT untuk menyampaikan nilai-nilai, tidak sampai memaksa. Allah SWT telah berpesan kepada Beliau SAW, “IN ‘ALAIKA ILLALBALAAGHU” (=Tidaklah atasmu kecuali hanya menyampaikan [risalah]).[3]

              Agar memiliki pedoman dalam menentukan, kita perlu merenung kembali tiga karya besar dari kepemimpinan Rasulullah SAW yaitu mengesakan Allah (tauhidul Illahi), kesatuan umat (tauhidul umamati), dan kesatuan pemerintah (tauhidul hukumati).[4] Pemimpin dan wakil yang kita pilih calon yang memiliki landasan akidah yang kokoh dan pengamalan syariat yang utuh dan akhlak yang mulia. Calon yang kita pilih adalah yang terbukti telah mampu menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan berdasarkan kepada Pancasila, UUD 1945, dan Bineka Tunggal Ika ( empat pilar negara). Yang terakhir adalah mampu mengelola aset serta seluruh komponen bangsa agar bersama-sama membawa negara dan bangsa menjadi lebih maju.

             Khusus untuk wakil rakyat, calon yang semestinya kita pilih adalah yang adil, berilmu pengetahuan luas, dan memiliki pendirian yang teguh.[5] Dari tiga pedoman tersebut, kita bisa menentukan pilihan dengan mantap dan penuh tanggung jawab.

3. Pemilu Damai: Sebuah Keharusan
              Dalam berpolitik, perbedaan pandangan adalah hal yang biasa. Jumlah partai peserta pemilu yang demikian banyak tentu masing-masing memiliki tujuan, visi, dan misi sendiri. Tinggal bagaimana kita menyikapi partai yang sesuai dengan nurani. Begitu pula, wakil rakyat dari setiap partai, dan dapil ( daerah pemilihan) yang juga banyak dan belum semua kita kenali. Bagaimana mengenal mereka? Jawabannya adalah mencari sumber akurat dari berbagai media informasi tanpa terpengaruh fitnah dan berita bohong. Kaitan dengan calon presiden danwakil presiden, kita sedikit banyak telah mengenal karena mereka putra-putra bangsa yang terbaik saat ini.

             Dengan nurani dan akal sehat, kita mesti mampu mengelola perbedaan pandangan tersebut menjadi energi menjadi pemilu yang damai tanpa ada saling menghujat, saling mem-bully, maupun saling menghina. Rasulullah SAW telah berpesan sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah, sampai kepada setan yang benar-benar dilaknat oleh Allah dan menjadi musuh kita. Kita tetap tidak boleh mengumpat, mencaci maki, dan lain sebagainya. Kita hanya diperintahkan untuk mohon perlindungan kepada Allah SWT dari kejahatannya. Rasulullah telah bersabda, “LAA TASUBBUSY SYAITHAANA WATU’AWWIDZUU BILLAHI MIN SYARRIHI” (=Jangan kalian mencaci maki setan, mintalah perlindungan kepada Allah dari kejahatannya). Allah SWT juga telah menegaskan, “WALAA TASUBBULADZIINA YAD’UUNA MIN DUUNILLAHI FAYASUBBULLAHA ‘ADWAN BIGHAIRI ‘ILMIN” (= Dan janganlah kalian mencaci maki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, hal itu akan menjadikan mereka mengolok-olok Allah dengan memusuhi tanpa pengetahuan).[6]

              Dengan memperhatikan sekaligus mengamalkan kandungan hadits dan ayat tersebut, pemilu damai pasti akan tercipta dengan menghasilkan keputusan berdasarkan musyawarah dengan asas mufakat. Untuk menciptakan pemilu damai juga harus kita pupuk rasa persaudaraan sesama muslim (ukhuwah Islamiyyah), persaudaraan sesama bangsa Indonesia (ukhuwah wathaniyyah), dan persaudaraan sesama manusia (ukhuwah basyariyyah).

4. Penutup
              Akhirnya, Sebuah perenuangan perlu kita sadari bahwa memilih adalah hak asasi manusia yang dijamin kebebasannya oleh negara. Pemilu damai harus kita ciptakan agar tercipta kondisi yang nyaman, dan menghasilkan kesepakan yang manfaat dan berkah untuk seluruh komponen bangsa dan negara kita. Wallahu a’lam bishshawab.
             
            


[1] Q.S.Albaqarah: 256
[2] Q.S.Alkafirun:6
[3] Q.S.Asysyura:48
[4] Drs.H.Malikun, M.Pd.I.,Revolusi Mental Sebuah Aplikasi Hijrah, Demak: PP Al Adzkar, 2016, hlm. 20
[5] H.Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Agensindo, 2001, hlm.499-500
[6] Q.S.Alan’am: 108

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PPDB MTs AL ADZKAR TAHUN 2024/ 2025

PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) MTs  AL ADZKAR TAHUN 2024/ 2025   VISI MTs AL ADZKAR:  Terbentuknya anak shalih yan sehat, cerdas dan t...