Rabu, 25 Juli 2018

Aspek Batiniah Ibadah Haji


ASPEK BATINIAH IBADAH HAJI

Oleh : Drs. H. Malikun, M.Pd.I.
(Pengasuh Ponpes Al Adzkar Pucang Gading)




      1.      Pendahuluan

              Ibadah haji adalah ibadah wajib bagi muslim yang mampu melaksanakan perjalanan sampai tanah suci ( Makkah dan Madinah ) sekali dalam seumur hidup. Allah SWT telah berfirman, “WALILLAHI ‘ALANNAASI HIJJULBAITI MANISTATHA’A ILAIHI SABIILLAN WAMAN KAFARA FAINNALLAHA GHANIYYUN ‘ANIL’ALAMIIN” (=Dan kewajiban dari Allah atas manusia yaitu haji bagi siapa saja yang mampu atas perjalanan sampai Ka’bah. Dan barang siapa yang kufur maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari seluruh alam).[1]

              Kewajiban haji atas muslim disebabkan karena ibadah tersebut merupakan rukun Islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat, dan puasa pada bulan Ramadhan. Rasulullah SAW telah bersabda,
“BUNIYAL ISLAMU ‘ALAA KHAMSIN SYAHADATIN LAAILAAHAILLALLAH WAANNA             MUHAMMADAN RASULULLAH WAIQAAMISHSHALLATI WAITAAIZZZAKAATI WASHAUMI RAMADHANA WAHIJJIL BAITI MANISTATHA’A ILAIHI SABIILAN” (=Islam itu dibangun dengan lima pilar yaitu kesaksian tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa pada Ramadhan, serta haji di Ka’bah bagi siapa saja yang mampu melakukan perjalanan sampai Ka’bah)[2]

            Ibadah yang merupakan pilar atau rukun Islam tersebut ada yang hanya ucapan (syahadat), ucapan dan perbuatan (shalat), harta (zakat), perbuatan saja (puasa), serta ucapan, perbuatan dan harta (haji). Dengan demikian, haji menggabungkan ucapan, perbuatan, dan harta. Kesemuanya itu bersifat lahiriah. Justru yang paling penting adalah aspek batiniah yaitu menggerakkan hati dalam setiap ibadah.

             Apa  aspek batiniah haji? Bagaimana menjaganya? Kajian singkat berikut berusaha menjawab dua pertanyaan tersebut. Dalam kajian tesebut, penulis deskripsikan aspek batiniah haji dan cara menjaganya.


      2.      Aspek Batiniah Ibadah Haji

             Aspek batin yang utama dari haji adalah menyempurnakan niat hanya karena Allah, menjaga lisan dari perkataan kotor dan menjauhkan diri dari perbuatan fasik. Hal tersebut telah ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya, “MAN HAJJA LILLAH FALAMYARFUTS WALAMYAFSUQ RAJA’A KAYAUMIN WALADATHU UMMUHU” (=Barang siapa haji karena Allah kemudian tidak berkata kotor dan tidak fasik maka pulang dari haji laksana bayi bayi yang baru saja dilahirkan ibundanya).[3]

              Menyempurkan niat haji karena Allah adalah mutlak harus dilakukan karena diterima atau ditolaknya ibadah haji karena niat tersebut. Rasulullah SAW telah bersabda, “INNAMAA A’MAALU BINNIYATI” (=Sesungguhnya amal itu tergatung niatnya).[4] Dalam kaidah fikih juga disebutkan, “AL’AMALU BIMAQASIDIHI” (=Amal itu tergantung maksud amal tersebut). Jika dikerjakan semata-mata karena berharap ridha Allah, maka hajinya akan sampai kepada-Nya dengan mendapatkan pahala sesuai yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya (haji mabrur). Namun, jika dikerjakan karena prestise atau kerena gengsi maka hajinya tidak akan sampai kepada-Nya.

              Haji yang dikerjakan karena Allah disebut haji mabrur yaitu haji yang menjadi kebaikan baik dalam prosesnya (manasiknya) maupun sesudahnya (setelah kembali ke tanah airnya menjadi agen perubahan dan agen kebaikan). Rasulullah SAW telah bersabda, “AL’UMRATU ILAL’UMRATI KFARATUN LIMAA BAINIHIMAA WALHAJJUL MAMRUURU LAISA LAHU JAZAA-A ILLALJANNAH’ (= Umrah yang satu ke umrah yang lain menjadi kifarat keduanya, haji mabrur tidak ada balasan yang pantas kecuali surga).[5] Dengan demikan, titel haji mabrur hanya pantas disematkan kepada orang yang bias menciptakan surga bagi lingkungannya sekembalinyan dari tanah suci. Oleh karena itulah, Allah SWT menegaskan, “ATIMMUL HAJJA WAL’UMRATA LILLAH” (= Sempurnakan haji dan umrah karena Allah).[6]

              Aspek batiniah haji kedua adalah menjaga lisan dari berkata kotor. Dalam Quran dinyatakan “WALAA RAFATSA WALAA FUSUUQA WALAA JIDAALA FILHAJJI” (= Tidak berkata kotor, tidak fasik, dan tidak berbantah-bantahan di dalam haji).[7]  Hal tersebut menunjukkan bahwa haji adalah ibadah yang menyeimbangkan hati yang ikhlas karena Allah dan lisan serta perbuatan yang baik kepada sesama. Dalam pelaksanaannya, jamaah haji harus menghindarkan diri dari berkata kotor dan berbantah-bantahan.

               Lisan yang kotor tidak saja akan mengotori hati tetapi juga merugikan orang lain. Oleh karenanya, Rasulullah SAW menegaskan, “MAN KAANA YU-MINU BILLAHI WALYAUMIL AKHIRI FALYAQUL KHAIRA AULIYATSMUT” (=Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka sebaiknya berkata yang baik atau diam).[8] Untuk menjaga lisan agar tetap dalam kondisi prima, jamaah haji harus mengembalikan hak lisan yaitu, berzikir, membaca Quran, amar makruf nahi munkar, dan memenuhi hajat.

            Aspek batiniah haji yang terakhir adalah menjaga perbuatan fasik. Fasik adalah keluar dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta cenderung berbuat maksiat. Allah SWT telah berfirman, “WALAQAD ANZALNAA ILAIKA AAYAATIN BAYYINAATIN WAMAA YAKFURU BIHAA ILLAL FASIQUUN”  (= Dan sesungguhnya telah Kami turunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas, dan tidaklah mengufurinya kecuali orang-orang fasik).[9] Perbuatan fasik seharusnya dihindari oleh jamaah haji baik dalam manasik-manasik di tanah suci maupun sekembalinya di tanah airnya. Dengan demikian, seorang yang sudah berhaji akan selalu menjaga ketaatannya kepada Allah dan Rasulullah SAW  sehingga ‘mewarnai emas’ dalam linkingannya.

      3.      Penutup

             Akhirnya, Aspek batiniah ibadah haji sangat penting di dalam meraih haji mabrur. Aspek tersebut meliputi niat yang ikhlas kerena Allah, menjaga lisan dari perkataan kotor dan berbantah-bantahan serta menjauhkan diri dari kefaikan. Wallahu a’lam bishshawab.



[1] Q.S.Ali ‘Imran: 97
[2] H.R.Bukhari dan Muslim dalam Kitab Fadhaailul Hajji walbait
[3] H.R.Bukhari nomor 1521
[4][4] H.R.Bukhari dan Muslim dalam Kitab Arba’iin Nawawi
[5] H.R. Annasai jilid V/110-116
[6] Q.S.Albaqarah: 196
[7] Q.S.Albaqarah:197
[8] Hadits ini dinukil dari kitab Arba’in Nawawi
[9] Q.S.Albaqarah:99

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PPDB MTs AL ADZKAR TAHUN 2024/ 2025

PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) MTs  AL ADZKAR TAHUN 2024/ 2025   VISI MTs AL ADZKAR:  Terbentuknya anak shalih yan sehat, cerdas dan t...